Tampilkan postingan dengan label Masjid di Gelumbang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Masjid di Gelumbang. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Juli 2022

Masjid Miftahul Jannah Tambangan Kelekar

Masjid Miftahul Jannah Tambangan Kelekar dipotret dari jembatan Pinangbanjar.

Masjid Miftahul Jannah adalah Masjid Jami’ di Desa Tambangan Kelekar, kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Desa Tambangan Kelekar hanya berjarak sekitar 5km ke arah tenggara dengan jalur darat dari Kelurahan Gelumbang selaku ibukota Kecamatan Gelumbang.
 
Masjid ini dibangun ditepian aliran sungai Kelekar yang melintasi desa Tambangan Kelekar. Sungai Kelekar bermuara ke Sungai Ogan di Indralaya, kabupaten Ogan Ilir dan sungai Ogan sendiri kemudian bermuara ke Sungai Musi.
 
🚩 Masjid Miftahul Jannah
Tambangan Kelekar, Kec. Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan 31171
 
🌐 https://goo.gl/maps/nBtzwXrkaSoxC2FA8

  

Foto ini kami abadikan dari atas jembatan di Desa Pinangbanjar yang juga berada ditepian sungai Kelekar dan bertetangga dengan desa Tambangan Kelekar.
 
----------------------------------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
----------------------------------------------------------------------------------------------
 
Masjid Masjid di Gelumbang Lainnya
 
Masjid Jami’ Babussalam Gelumbang
Masjid Attaqwa Gelumbang
Langgar Nurul Iman Gelumbang
Masjid Nurul Fattah Polsek Gelumbang
Masjid Tua Talang Menerai
Masjid Al-Manshurin Karangendah

Minggu, 26 Juni 2022

Masjid Darussholah Gumai, Gelumbang

Masjid Darussholah berdiri ditepian Sungai Gumai, anak dari sungai Belida.

Gumai adalah sebuah desa di kecamatan Gelumbang, kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Desa ini merupakan salah satu desa di ‘Gelumbang Raya’ yang wilayah desannya berada ditepian sungai Belida, salah satu sungai di Sumsel yang bermuara ke Sungai Musi.
 
Rumah rumah pemukiman penduduk di desa Gumai hampir seluruhnya berada disisi barat Sungai Gumai yang bermuara ke Sungai Belida yang mengalir disebelah utara Desa. Desa Gumai berada di ujung jalan darat yang menghubungkannya ke Kelurahan Gelumbang, ibukota kecamatan Gelumbang.
 
Jembatan besi yang melintas diatas Sungai Gumai didekat Masjid Dasussholah, saat sore hari ramai anak anak bermain tenjun ke sungai dari jembatan ini.

Wilayah desa ini berdiri ditepian sungai Belida karena memang dimasa lalu sungai Belida-lah yang menjadi alur transportasi utama di desa ini melalui sungai Gumai. Dimasa kini, desa ini dapat dicapai dengan jalan darat, hanya beberapa menit berkendara dari pasar pagi kelurahan Gelumbang.
 
Istilah ‘Gelumbang Raya’ yang kami sebut diawal tulisan tadi adalah sebutan bagi 6 kecamatan di wilayah Dapil-3 kabupaten Muara Enim yang semuanya bersuku Belida. Penyebutan demikian terkait dengan sejarahnya yang dimasa lalu keseluruhan wilayah tersebut merupakan satu kecamatan saja yakni kecamatan Gelumbang yang kemudian dimekarkan menjadi 6 kecamatan.
 
📍 Masjid Darushsholah Gumai
Desa Gumai, Kec. Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan 31171
 
🌎 https://goo.gl/maps/nDsk6zbZKX8GCtPD7
 


Desa Gumai bertetangga dengan Desa Bitis yang letaknya dipertengahan perjalanan dari Kelurahan Gelumbang ke Desa Gumai. Setidaknya hingga awal 1990-an ruas jalan darat menuju desa Bitis dan Gumai ini kondisinya terbilang cukup parah, ruas jalan tanah yang berlubang, berdebu dan tidak rata dimusim kemarau dan berubah menjadi kubangan di musim hujan.
 
Bahkan jenis kendaraan truk dan pick up pun kesulitan melalui ruas jalan itu dimusim hujan. Teramat berbeda dengan kondisi ruas jalannya yang saat ini sudah ber-aspal cukup baik meski ada kerusakan dibeberapa titik tapi masih layak untuk dilalui dengan kendaraan dengan ground clearance tak terlalu tinggi sekalipun.
 
Berbahasa Belida. Amaran yang ditempel di beduk di Masjid Dasussholah ditulis dengan Bahasa Belida, masih mirip mirip bahasa melayu dan bahasa Indonesia toh.

Disepanjang perjalanan kamu bisa menyaksikan pemandangan di kiri kanan jalan yang dipenuhi dengan jejeran pohon pohon karet milik warga diselang selingi dengan belukar dan sungai sungai kecil ber-air jernih menggugah hati untuk nyebur dalam kesegarannya.
 
Pintu masuk Masjid dari arah jalan yang menuju ke jembatan besi.

Nama Belida bagi nama sungai yang melintas di Desa Gumai ini juga menjadi nama bagi Suku Belida yang mendiami kawasan disepanjang aliran Sungai Belida yang sehari hari berbahasa Belida dan bertradisi Belida yang berakar pada tradisi Islam.
 
Bagi anda penggemar pempek Palembang, pasti pernah mendengar Pempek dan Kerupuk Ikan Belida yang rasanya paling enak dari ikan lainnya, ikan tersebut juga berasal dan dinamai dengan nama Sungai ini. Diketahui bahwa Ikan Belida juga ditemukan di-alur Sungai Kapuas di Pulau Kalimantan.
 
Didalam masjid Darussholah Gumai.

Gumai dan Kyai Mudo
 
Desa Gumai lekat dengan kisah tutur tentang Kyai Mudo, sosok ulama kharismatik yang dikenal berjasa besar bagi syiar Islam di sepanjang kawasan aliran sungai Belida dan sekitarnya. Kyai Mudo nama aslinya adalah Masagus Haji Abdul Aziz bin Masagus Haji Mahmud alias Kanang, atau biasa disingkat menjadi Mgs H. Abdul Aziz.
 
Beliau adalah satu satunya adik laki laki dari Mgs. Abdul Hamid bin Mgs H. Mahmud, Ulama Kharismatik Palembang yang begitu melegenda dan dan dikenal dengan nama Kyai Marogan, Ki Merogan atau Kyai Muara Ogan karena aktifitas dakwah beliau yang banyak dilakukan di sepanjang sungai Ogan dan masjid pertama yang dibangunnya berdiri dimuara Sungai Ogan ditepian sungai Musi.
 
Pintu Utama Masjid Darussholah Gumai.

Sedangkan Mgs Abdul Aziz Bin Mgs H. Mahmud  yang fokus dakwahnya di sepanjang aliran Sungai Belida dan sekitarnya, dalam bahasa Palembang lebih dikenal sebagai Kyai Mudo dan dalam dialek bahasa Belida dikenal dengan panggilan sebagai Kyai Mude, karena usianya yang lebih muda dari Kyai Marogan. Masagus atau Mgs yang menempel dinamanya merupakan gelar ningrat dilingkungan keraton Palembang.
 
Sejauh ini kami belum menemukan informasi tentang kapan kyai Mudo dilahirkan, namun berbagai informasi menyebutkan bahwa Kyai Marogan yang merupakan kakak dari Kyai Mudo, dilahirkan sekitar tahun 1802 dan wafat tahun 1901.
 
Menara tunggal Masjid Darussholah Gumai.

Disebutkan bahwa Kyai Marogan dilahirkan dimasa pertikaian sengit antara Kesultanan Palembang dan Belanda yang berahir dengan kekalahan kesultanan Palembang dalam perang terhadap Belanda, Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap oleh Belanda pada 14 Juli 1821 dan diasingkan ke Ternate.
 
Sehingga dengan demikian, meskipun sangat sedikit sumber sumber tentang riwayat Kyai Mudo, satidaknya dapat dipastikan bahwa Kyai Marogan dan adiknya Kyai Mudo sejak masa remajanya hidup dimasa kekuasaan Kolonial Belanda.
 
Kubah dan menara Masjid Darussholah Gumai.

Sehingga kita juga bisa memastikan bahwa Desa Gumai dan desa desa lainnya disepanjang aliran sungai Belida sudah ada setidak-nya sejak abad ke-19, demikian juga dengan Masjid Darussholah di Desa Gumai ini yang oleh beberapa orang disebutkan dibangun dimasa dakwah Kyai Mudo di Gumai.
 
Masjid Darussholah
 
Masjid Darussholah berdiri tepat ditepian sungai Gumai yang merupakan anak sungai Belida, disampingnya ada seruas jalan cor yang berahir dijembatan besi yang membentang diatas sungai Gumai. Jembatan kecil ini menjadi akses warga setempat ke kebun dan ladang yang ada diseberang sungai sebelah timur.
 
Interior Masjid Darussholah Gumai.

Sebagian aktifitas warga masih bertumpu disungai termasuk keperluan untuk mandi, mencuci dan transportasi. Anak anak yang bermain disungai, warga yang mandi, mencuci dan wara wiri dengan perahu tentunya pemandangan biasa disini.
 
Dibangunnya masjid ini ditepian sungai Gumai pastinya dengan pertimbangan kemudahan akses ke sumber air bersih untuk bersuci. Dimasa kini dimasjid ini sudah tersedia keran keran air untuk berwudhu dari air yang ditampung dibak air yang ditinggikan.
 
           Masjid Darussholah Gumai.

Arsitektur Masjid Daarussholah
 
Meski sudah dibangun dengan bahan semen, namun kesan antik pada eksterior nya masih terlihat, meski bagian atap utama bangunannya sudah dilengkapi dengan kubah beton berukuran cukup besar serta sebatang menara bundar yang berdiri menjulang disana tampak mewakili bangunan menara dari era 70-80an.
 
Masuk kedalam masjid kita langsung dapat menemukan ciri ciri perluasan yang pernah dilakukan, tampak jelas dari bangunan menaranya yang kini berada didalam masjid, tampaknya perluasan dilakukan dengan menjadikan area teras masjid sebagai ruang sholat dengan memindahkan tembok dinding bangunan utama menyisakan tiang tiang beton nya saja sebagai penyanggah struktur diatasnya, dan membangun tembok baru di sisi teluar bagian teras.
 
Menara Masjid Darussholah Gumai.

Ruang utama masjid tampak cukup luas dan lega dengan atapnya yang cukup tinggi dibawah kubahnya yang lebar. Dibagian dalam relung kubah dihias dengan lukisan awan putih dan langit biru.
 
Empat pilar utamanya yang berdiri diruang utama memberikan kesan bahwa dulu bangunan ini merupakan bangun masjid dengan empat tiang utama dari kayu berukuran besar menopang struktur atap limas khas Palembang, yang kemudian dibongkar diganti dengan kubah besar berstruktur beton.
 
Pemandangan disini cukup indah untuk diabadikan dalam bingkai foto kenangan.

Lukisan kaligrafi dan pilihan paduan warna interiornya cukup membantu suasana didalam masjid tidak terlalu suram namun tetap berkesan sejuk. Bagian plafon bangunan utamanya jelas telihat merupakan bagian masjid ini dari era kekinian.
 
Kami tiba dijalan disamping masjid ini bertepatan dengan beduknya bertalu talu dilanjutkan dengan azan asyar. Jemaah sholat sore itu lumayanlah dengan tiga shaf laki laki dewasa dan beberapa orang anak anak remaja***
 
------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara
------------------------------------------------------------------
 
Masjid di Gelumbang Lainnya
 
Masjid Muhammad Amin Tambangan Kelekar
Masjid Nurul Huda Kalangan Gelumbang
Masjid At-Taqwa Sukamenang Gelumbang
Masjid Al-Muttaqin Midar - Gelumbang
Masjid Nurul Yakin Sigam Gelumbang
Masjid Darussalam Payabakal Gelumbang


Sabtu, 25 Juni 2022

Masjid Darul Muttaqin Desa Pinangbanjar

Masjid Darul Muttaqin Desa Pinangbanjar, Gelumbang.

Dimanakah Desa Pinangbanjar?
 
Desa Pinangbanjar adalah salah satu desa didalam wilayah kecamatan Gelumbang, kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Desa yang asri ditepian Sungai Kelekar yang mengalir dari sekitar kota Prabumulih dan bermuara ke Sungai Ogan di Inderalaya kabupaten Ogan Ilir.
 
Landscape panorama Pinangbanjar menghadirkan suasana padang savanna Afrika di saat musim kemarau, ketika aliran sungai Kelekar surut, menghadirkan lahan yang cukup luas dengan rerumputan tipis dengan pepohonan tinggi di sepanjang bantaran sungai di dua sisinya, keren untuk direkam dalam bingkai foto.
 
🚩 Masjid Darul Muttaqin
Desa Pinang Banjar, Kecamatan Gelumbang
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan 31171
 
🌐 https://goo.gl/maps/37iSnFHGat2BogVb6
 


Desa Pinangbanjar ini bahkan tampak cukup indah dari citra satelit yang ada di google map dengan hamparan hijau yang luas dan sungainya yang bekelok kelok. Desa Pinangbanjar dapat dicapai dari kota Palembang dengan berkendara sekitar 1 jam setengah dengan jarak tempuh sekitar 68km. Sebagai panduan perjalanan, anda juga bisa menggunakan applikasi googlemap yang sudah update kondisi daerahi ini termasuk juga streetview-nya.
 
Dari kota Palembang menuju ke-arah selatan (ke-arah Kota Prabumulih), menuju ke Kelurahan Gelumbang selaku ibukota kecamatan Gelumbang, di perempatan Masjid Jami Babussalam Gelumbang ambil arah ke Kiri (ke arah timur) menuju Desa Tambangan Kelekar, ada rambu rambu di perempatan yang menunjukkan arah ke Tambangan Kelekar.
 
Ruas Jalan ditengah desa Pinangbanjar dengan Masjid Darul Muttaqin.

Kurang dari sepuluh menit berkendara dari perempatan Kelurahan Gelumbang anda akan tiba di desa Tambangan Kelekar, dan berjumpa dengan Masjid Muhammad Amin di sisi kiri jalan masuk ke Desa tambangan Kelekar, dari Masjid itu lanjutkan perjalanan, ambil jalan ke kiri di pertigaan di tengah desa.
 
Dari sana hanya butuh perjalanan sekitar 5-8 menit berkendara anda akan sampai ke jembatan besi yang dibangun cukup tinggi melintas diatas sungai Kelekar, dan itu adalah desa Pinang Banjar. Dari atas jembatan itu anda dapat menikmati suguhan pemandangan alami desa Pinangbanjar.
 
Masjid Darul Muttaqin dilihat dari pintu Mushola Tua Desa Pinangbanjar.

Dan dari sana bila anda memandang ke arah selatan anda juga akan dapat melihat Menara dan atap masjid Darul Muttaqin tampak menyembul diantara atap atap rumah rumah warga, perahu perahu warga yang hilir mudik di sungai, beberapa warga yang sedang sibuk mencari ikan hingga mandi dan mencuci di tepian sungai.
 
Tentang Masjid Darul Muttaqin
 
Masjid Darul Muttaqin didesa Pinangbanjar dibangun dengan atap limas bersusun tiga ditambah satu kubah bawang berukuran kecil di puncak atapnya. Bangunan utamanya berdenah bujursangkar dengan tiga teras beratap di tiga sisinya masing masing di sisi timur, utara dan selatan.
 
Menara dan atap Masjid Darul Muttaqin diantara atap atap rumah penduduk setempat.

Denah bangunan masjid sedikit menyerong terhadap jalan desa untuk menyesuaikan dengan arah kiblat. Letak masjid ini tepat ditengah tengah desa diantara pemukiman warga. Satu menaranya ditempatkan di sisi barat, bersebelahan dengan bangunan mihrab yang menjorok keluar bangunan.
 
Memasuki masjid ini kita akan menjumpai mimbar dari kayu yang tampak cukup unik. Ditempatkan di dalam ruang mihrab di sisi sebelah kanan sajadah imam. Mihrab dari kayu dengan ukiran khas Palembang yang didominasi warna merah dan kuning emas. Mimbar tanpa podium, ada empat undakan anak tangga sebagai tempat bagi khatib menyampaikan khutbah dalam posisi lebih tinggi dari tempat duduk Jemaah.
 
Desa Pinangbanjar merupakan desa yang asri masih hijo royo royo ditepian sungai Kelekar.

Ada ukiran kalimat tauhid di bagian atasnya dan kaligrafi lafadz mirroring Muhammad di sisi belakang, dibagian atasnya ada tulisan tangan dengan hurup arab yang kurang jelas untuk dibaca. Namun tampaknya tulisan itu terbaca Abdurrohman Burai.
 
Kami belum memiliki informasi terkait nama itu, apa hubungan beliau dengan masjid ini. Burai di belakang nama itu adalah sebuah desa di kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir yang juga berada ditepian Sungai Kelekar yang jaraknya bila menyusuri sungai kira kira terpaut 19.5Km ke arah timur dari desa Pinangbanjar.
 
Puncak menara Masjid Darul Muttaqin Pinangbanjar.

Bagian dalam masjid ini seluruhnya di beri plafon mengikuti kontur atap, ditopang dengan dua belas tiang beton segi empat dan dibagian tengahnya disanggah dengan satu pilar beton bundar, bediri ditengah tengah ruangan masjid.
 
Ada tiga pintu akses ke ruangan masjid masing masing di sisi timur, utara dan selatan. Di tiga sisi itu juga dilengkapi dengan jendela jendela kaca berukuran besar dengan teralis besi. Di dalam masjid terang benderang di siang hari dengan cahaya alami dari luar***
 
Interior Masjid Darul Muttaqin

Mimbar Masjid Darul Muttaqin.

Dari balik teralis jendela.

Mihrab dan mimbar Masjid Darul Muttaqin

Mihrab dan mimbar Masjid Darul Muttaqin.

"Abdurrahman Burai" tulisan di bagian mimbar masjid.

Satu set bedug dan kentongan yang tampak masih baru, dibelakangnya terdapat perangkat pengeras suara modern. dimasa lalu di wilayah Gelumbang Raya tidak mengenal kentongan sebagai pasangan beduk.

Interior Masjid Darul Muttaqin dengan tiang tiang beton penyanggah struktur atapnya.

Jendela dan pintu masjid Darul Muttaqin,

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara
------------------------------------------------------------------
 
Masjid di Kecamatan Gelumbang Lainnya
 
Masjid Jami’ Babussalam Gelumbang
Masjid Muhammad Amin Tambangan Kelekar,
Masjid Nurul Huda Kalangan Gelumbang
Masjid At-Taqwa Sukamenang Gelumbang
Masjid Attaqwa Kp.II. Gelumbang
Masjid Al-Manshurin Karangendah


Sabtu, 06 April 2019

Masjid Muhammad Amin Desa Tambangan Kelekar, Gelumbang

Masjid Muahammad Amin Desa Tambangan Kelekar, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. (foto dari akun Instagram @hendrajailani).

Masjid bewarna oranye ini adalah Masjid Muhammad Amin, salah satu masjid di Desa Tambangan Kelekar, kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Masjid bewarna cerah merona ini mudah ditemukan saat anda masuk ke desa Tambangan Kelekar dari arah kelurahan Gelumbang, masjid ini berdiri megah disebelah kiri jalan.

Tambangan Kelekar adalah desa yang indah di Kecamatan Gelumbang, Desa yang dilintasi Sungai Kelekar yang yang mengalir hingga ke kota Prabumulih. Sejak dahulu kala desa ini dikenal dengan tradisi Islamnya yang kuat. Di seberang masjid ini berdiri sekolah Madrasah Negeri. Dan selain masjid Muhammad Amin ini, masih ada masjid Jami yang berdiri persis di tepian sungai Kelekar.

Masjid Muhammad Amin
Desa Tambangan Kelekar, Kecamatan Gelumbang
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan 31171
Indonesia



Berdasarkan informasi yang kami terima, masjid ini dibangun diatas tanah wakaf dari suami istri Haji Mukmin dan Istrinya Hajah Soana. Pasangan suami istri juga adalah sosok yang sama yang mewakafkan tanahnya untuk pembangunan Puskesmas Gelumbang di sekitar tahun 1970-an.

Semasa hidupnya Haji Mukmin dikenal sebagai mantri desa dan tinggal di Kelurahan Gelumbang. Kediaman beliau dan keluarga memang tidak terlalu jauh dari Puskesmas Gelumbang yang disebutkan tadi.***

----------------------------------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
----------------------------------------------------------------------------------------------

Baca Juga Artikel Masjid Masjid di Tanah Belida Lainnya



Sabtu, 18 Februari 2017

Masjid Nurul Huda Kalangan, Gelumbang

#masjid masjid di tanah Belida

Masjid Nurul Huda. Bermula dari sebuah Mushola, kemudian dinaikkan statusnya sebagai sebuah masjid.

Pada mulanya masjid ini adalah sebuah mushola yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat di kampung tiga kelurahan Gelumbang. Seiring perjalanan waktu mushola tersebut kemudian beralih status menjadi Masjid dan juga digunakan untuk sholat Jum’at dan sholat hari raya. 

Sebelumnya bila hari Jum’at dan hari raya, masyarakat disini berbondong bondong ke Masjid Jami Babussalam yang ada di Kampung satu Kelurahan Gelumbang.  Beberapa nama tokoh tokoh setempat yang masih saya ingat yang turut membidani mushola yang kini jadi masjid itu diantara adalah mendiang ust. Abdul Mukti, ust. H. Nang Hamid, ust. Nang Cik dan lainnya. mohon maaf bila ada yang tak disebut.

Masjid Nurul Huda
Kampung Tiga Kelurahan Gelumbang
Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim
Sumatera Selatan 31171



Kampung Tiga Kampung Kalangan

Kampung tiga kelurahan Gelumbang ini dulunya juga dikenal sebagai kampung kalangan. Kalangan yang dimaksud sama dengan Pekan atau Pasar. Di sekitar masjid ini memang ada bangunan kios kios pasar yang dibangun oleh PNKA/PJKA (sekarang PT. KAI) diseberang stasiun KA Gelumbang.

Di masa itu stasiun KA Gelumbang juga melayani penjualan tiket penumpang kereta api sehingga arus penumpang pengguna jasa kereta api yang wara wiri dari stasiun Kertapati di Palembang hingga ke Stasiun Tanjung Karang di Bandar Lampung begitu ramai dan roda perekonomian pun berputar disekitar stasiun ini.

Kebijakan kemudian berubah, penjualan tiket penumpang dihentikan dengan berbagai pertimbangan termasuk faktor perkembangan teknologi perkereta-apian yang sudah beralih ke mesin diesel modern dan tidak lagi menggunakan tungku api yang senantiasa membutuhkan pasokan batubara dan pasokan air disetiap stasiun yang dilewati.

Masjid Nurul Huda

Akibatnya stasiun stasiun kecil yang pada awalnya dibangun sebagai stasiun penyokong pasokan batu bara dan air sudah kehilangan fungsi utamanya, sampai ahirnya Kereta Api penumpang tidak lagi berhenti di setiap stasiun, tapi hanya berhenti di stasiun besar saja.

Efek pun berlanjut dengan tumbuh kembangnya angkutan bis antar kota, pasar PJKA yang tadinya ramai berangsur sepi sampai ahirnya ditinggalkan dan kini berpindah ke Pasar Gelumbang yang dibangun oleh Pemda tak jauh dari Jalur Lintas Tengah Sumatera, hanya beberapa puluh meter dari Masjid Jami’ Babussalam di Kampung Satu atau ‘tengah laman’ Gelumbang. Dalam Bahasa Belida ‘Tengah Laman’ bermakna harfiah ‘Tengah Kampung’.

Mayoritas masyarakat di Kampung tiga ini memang para pendatang dari ‘kota’ Palembang dan sekitarnya yang kemudian memulai bisnis dan kemudian menetap disana, beberepa menetap karena kaitan kedinasan mereka di PJKA. Dalam keseharian sesama anggota keluarga mereka dirumah-pun ada yang masih menggunakan Bahasa ‘kota’ Palembang, bukan berbahasa ‘Belida’ yang merupakan Bahasa asli tempatan.

Meski sudah berlalu berpuluh tahun, stasiun KA Gelumbang masih berdiri kokoh seperti bentuk aslinya. Sisa bangunan pasar juga masih ada termasuk bak atau kolam penampung air berukuran besar beserta sumurnya yang dulunya dibuat untuk perbekalan kereta pun masih ditempatnya namun sudah terbengkalai. Begitupun dengan bangunan rumah dinas untuk para pegawainya masih berdiri dan berfungsi hingga kini, meski suasana tak lagi seramai ketika “Kalangan” masih berfungsi sebagai “pasar”. ****

----------ZZZ----------

Baca Juga Artikel Masjid Masjid di Tanah Belida Lainnya


Rabu, 25 Januari 2017

Masjid At-Taqwa Sukamenang Gelumbang

#masjid masjid di tanah Belida

Bangunan baru Masjid At-Taqwa Desa Sukamenang. dari arah utara atau dari arah sungai

Sukamenang adalah salah satu desa di Kecamatan Gelumbang, kabupaten Muara Enim, propinsi Sumatera Selatan. Masjid ini sudah pernah di posting di blog ini sebelumnya dengan judul “Masjid Tua Talang Menerai”. Namun bangunan masjid yang dibahasa dalam posting tersebut kini sudah tidak ada lagi, berganti dengan bangunan masjid yang kini berdiri di tempat yang sama.

Talang Menerai adalah nama asli desa Sukamenang sebelum kemudian di Indonesia-kan menjadi Sukamenang, nama yang kini dikenal. Desa ini bukanlah satu satunya desa di Kecamatan Gelumbang dan sekitarnya yang diganti dengan nama yang lebih Indonesia menggantikan nama asalnya yang sangat Belida Sekali.



Bangunan yang kini berdiri masih dengan langgam yang sama dengan bangunan sebelumnya hanya saja dengan ukuran yang lebih besar. Bangunan masjid dengan atap limasan bersusun dua khas Indonesia. Di ujung atapnya dipasan ornamen kubah dari bahan metal berukuran kecil. Hampir seluruh lahan masjid sebelumnya kini menjadi luasan masjid baru ini. Menara tunggalnya yang khas sebelumnya berdiri kokoh di sudut timur laut bangunan lama kini sudah tidak ada lagi.

Bagaimanapun konservasi sejarah kadangkala tak dapat dilakukan manakala terbentur dengan kebutuhan, termasuk dengan konservasi masjid bersejarah, bangunan lama masjid At-Taqwa ini sudah berumur cukup panjang dengan arsitekturnya yang khas masjid masjid sumatera, namun memang muslim disana membutuhkan masjid yang lebih luas untuk menampung jemaahnya yang makin bertambah dari hari ke hari.***

Foto Foto Masjid At-Taqwa Sukamenang

Masjid At-Taqwa dari arah selatan (menuju ke arah sungai)
diantara rumah penduduk dari sisi utara
Dari arah Jembatan di utara desa
Atap limas bersusun khas Indonesia

Bangunan Baru Vs Bangunan Lama


MASJID ATTAQWA SUKAMENANG baru & lama dari sisi utara. Foto atas : bangunan baru yang dibangun menggantikan bangunan lama (bawah)
MASJID ATTAQWA SUKAMENANG baru & lama dari sisi timur. Foto atas : bangunan baru yang dibangun menggantikan bangunan lama (bawah)
MASJID ATTAQWA SUKAMENANG baru & lama : bangunan baru yang dibangun menggantikan bangunan lama (bawah)

-----------------------oooOOOoo-----------------------

Baca juga artikel Masjid Gelumbang Lain nya