Minggu, 26 Mei 2019

Sejarah Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak merupakan masjid kesultanan pertama di Indonesia dan bangunan masjidnya masih berdiri hingga hari ini dalam bentuk aslinya sejak pertama kali dibangun.

Raden Fatah membangun Masjid Agung Demak di tahun 1401 Saka atau 1477 Miladiyah, atau dua tahun setelah beliau mendirikan Kesultanan Demak dengan bantuan dari para wali di tahun 1475M, beliau bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Munculnya nama Palembang dalam gelar beliau karena beliau memang lahir dan besar di Palembang (Sumatera Selatan) dari Ibu nya yang berasal dari campa.

Sebelumnya Demak merupakan bagian dari wilayah kesatuan kerajaan Majapahit dibawah pimpinan Prabu Brawijaya (Prabu Brawijaya V Pangeran Kertabhumi). Sebagai putra raja Majapahit, Raden Fatah memang dibentangkan karpet merah ke wilayah kekuasaan. Sebelum menjadi Sultan Demak beliau telah dianugerahi jabatan oleh ayahandanya Prabu Brawijaya sebagai Adipati Natapraja di Glagahwangi Bintoro Demak di tahun 1475 M.


Beliau juga menerima hadiah 8 pilar berukir dari ayahnya yang dikemudian hari digunakan sebagai pilar penopang di serambi Masjid Agung Demak dimasa pemerintahan Adipati Yunus (Pati Unus). Pilar pilar tersebut masih dapat kita lihat keberadaannya hingga kini dan disebut dengan pilar Majapahit.

Tak pelak, berdirinya Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam dan melepaskan diri dari pengaruh Majapahit mengundang kemarahan pihak keraton Majapahit yang kemudian mengirimkan pasukan untuk menyerang Demak. Namun serangan itu dapat dipatahkan oleh pasukan Demak. Disebutkan bahwa salah satu dari pimpinan pasukan Majapahit bernama Raden Sepat bahkan kemudian mengikrarkan ke-Islaman nya dan bergabung dengan kesultanan Demak.

Pelataran Masjid Agung Demak.
Raden Sepat yang kemudian terlibat langsung dalam proses merancang Masjid Agung Demak dengan, kemungkinan besar beliau merupakan bagian dari pasukan zeni tempur Majapahit sehingga memiliki kemampuan arsitektur yang cukup memadai.

Tidak dapat dipungkiri bahwa warisan seni arsitektur Majapahit sangat kental dalam rancang bangun Masjid Agung Demak ini, dengan menerapkan bentuk bangunan aula luas beratap limasan bertingkat sebagaimana lazimnya sebuah bangunan besar di era Majapahit.

Empat sokoguru dari kayu jati yang menopang atap masjid ini menjadi fitur utama di dalam masjid Agung Demak ini. Selain itu masih ada benda bersejarah Dampar Kencana (mimbar khutbah), prasasti bulus di ruang mihrab dan fitur fitur sejarah lainnya masih terawat di masjid tertua ini.
Masjid Agung Demak dibangun dibangun di lokasi bangunan pondok pesantren Glagahwangi, tempat Raden Fatah menimba ilmu agama dibawah asuhan Sunan Ampel. Wajar bila kemudian para wali mendukung penuh berdirinya kesultanan Demak. Pesantren Glagahwangi didirikan oleh Sunan Ampel ditahun 1466 Miladiyah, sekaligus berfungsi sebagai Masjid.

Pembangunan Masjid Agung Demak tersebut kemudian diabadikan dalam sebuah prasasti yang ditempatkan di dalam ruang mihrab dan dikenal sebagai Condro Sengkolo Memet. Sebuah prasasti berbentuk bulus (kura kura) yang berarti “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”.

Ada tangga akses menuju lantai atap. meskipun begitu tak semua pengunjung dizinkan kesana.
Gambar bulus terdiri dari ; satu kepala yang berarti angka satu, empat kaki berarti angka empat, badan bulus yang bulat berarti angka nol, satu ekor bulus berarti angka satu, yang bermakna tahun 1401 Saka yang kemudian disepakati tahun tersebut bertepatan dengan tahun 1477 Miladiyah.

Berdirinya Kesultanan Demak ini dikemudian hari diikuti dengan berdirinya kesultanan Cirebon yang selanjutnya diikuti dengan berdirinya Kesultanan Banten dan berbagai Kesultanan lainnya di wilayah Nusantara.

Pada masanya, kolam ini menjadi tempat wudhu bagi jemaah masjid ini. kini kolam ini tidak dipakai lagi untuk wudhu meski keberadaannya masih terawat baik.
Disebutkan bahwa Raden Sepat yang mengarsiteki pembangunan masjid Agung Demak juga terlibat dalam proses rancangan Masjid Agung Sang Ciptarasa di Kesultanan Cirebon dan Masjid Agung Banten di Kesultanan Banten.

Sehingga anda akan dengan mudah menemukan kemiripan diantara tiga masjid tersebut. Bahkan beberapa penulis tak segan menyebut ketiga masjid tersebut sebagai tiga masjid kembar. Beberapa menyebutkan masjid Agung Demak sebagai kembaran Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon.

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------


Baca Juga

 

Sabtu, 25 Mei 2019

Masjid Agung Demak

Berdiri megah di sisi barat alun alun Demak, Masjid Agung Demak menjadi saksi sejarah kesultanan pertama di tanah Jawa.

Bis yang membawaku dari Cikarang menurunkanku di alun alun di depan masjid Agung Demak sekitar setengah jam menjelang waktu subuh. Perjalanan satu malam dengan bis antar kota antar provinsi cukup nyaman, bis yang kutumpangi berangkat dari Cikarang ba’da magrib dan hanya satu kali berhenti di rumah makan di Cirebon untuk memberi kesempatan penumpang untuk shlat Isya dan makan malam.

Dari kejauhan saat melintasi alun alun, Masjid Agung tampak sepi, maklum ini masih dinihari atau tepatnya di ujung malam, tapi saat tiba di masjid ternyata pendopo masjid ini penuh sesak dengan Jemaah yang sedang ber istirahat. Ada waktu beberapa menit untuk sekedar mengambil foto masjid lalu menuju ke tempat wudhu untuk bersiap siap sholat subuh. Di dalam masjid tampak lengang karena memang ada larangan tidur di dalam ruang utama masjid.



Menyenangkan ahirnya bisa sampai disini, salah satu masjid yang memang sudah lama ingin ku kunjungi. Masjid Agung Demak dikenal sebagai masjid pertama yang dibangun sebagai masjid kesultanan di tanah Jawa dan di Nusantara, sekaligus juga merupakan masjid pertama di Nusantara yang masih berdiri kokoh hingga kini sesuai dengan aslinya. Meskipun dari sisi usia Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua kedua di pulau Jawa setelah Masjid Soko Tunggal Banyumas.

Nuansa kuno langsung terasa saat melihat masjid ini sejak dari luar hingga ke dalam masjid. Masjid dengan empat sokoguru berdiri kokoh ditengah ruang utama. Mimbar kayu yang antik dinamai sebagai Dampar Kencana hadiah dari Prabu Brawijaya, kini dilindungi dengan kaca, lampu lampu gantung kuno memancarkan sinar yang syahdu. Bangunan masjid agung dengan bangunan serambi dan pawastren-nya masih terawat baik hingga kini sejak pertama kali dibangun oleh Raden Fattah ditahun 1477M.

Serambi masjid, dibagian depan bangunan utama masjid Agung Demak ini menjadi tempat istirahat bagi para peziarah dari berbagai daerah menunggu datangnya pagi.
Setelah sholat subuh, Jemaah berbondong bondong menuju ke bangunan disamping masjid hingga antri panjang sampai ke pelataran, untuk berziarah ke makam Raden Fattah dan makam para Sultan Demak lainnya, yang berada di belakang masjid agung Demak. Para peziaran ini datang dari berbagai daerah, beberapa diantara mereka sempat bertegur sapa karena mengira saya salah satu dari rombongan mereka.

Sebagian besar peziarah ini menggunakan bis charteran dan tujuan mereka adalah menziarahi makam para wali yang tersebar di berbagai tempat di tanah jawa. Setiap kelompok ada pemimpin dan pembimbingnya masing masing. Di masing masing bis yang mereka gunakan jelas terpampang tulisan ‘rombongan ziarah wali’.

Sesaat setelah sholat subuh
Masjid Agung Demak menjadi salah satu tujuan wisata ziarah atau keren nya disebut wisata religi, baik karena latar belakang sejarahnya dan terutama karena keberadaan Makam Raden Fattah dan para Sultan Demak yang berada di sisi barat Masjid Agung Demak ini. Begitu penjelasan Mas Syarif salah satu pengurus masjid, yang sempat menemaniku ngobrol sembari menunggu padatnya Jemaah yang mengantri ke komplek makam.

Ziarah ke makam sultan di komplek Masjid Agung ini gratis, terutama bagi para traveler sendirian seperti ku, hanya saja untuk peziarah yang datang dengan rombongan diminta untuk melapor, mengisi buku tamu dan dihimbau untuk berinfak se-ikhlasnya.

Di komplek makam di belakang Masjid Agung Demak ini terdapat dua pendopo terbuka yang cukup besar dibangun berjejer dengan bangunan cungkup Makam Sultan Raden Abdull Fattah dan keluarga. Dua pendopo tersebut penuh sesak oleh peziarah. [foto koleksi Intagram @hendrajailani]


------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga