Berdiri megah di sisi barat alun alun Demak, Masjid Agung Demak menjadi saksi sejarah kesultanan pertama di tanah Jawa. |
Bis yang membawaku dari Cikarang
menurunkanku di alun alun di depan masjid Agung Demak sekitar setengah jam
menjelang waktu subuh. Perjalanan satu malam dengan bis antar kota antar
provinsi cukup nyaman, bis yang kutumpangi berangkat dari Cikarang ba’da magrib
dan hanya satu kali berhenti di rumah makan di Cirebon untuk memberi kesempatan
penumpang untuk shlat Isya dan makan malam.
Dari kejauhan saat melintasi alun
alun, Masjid Agung tampak sepi, maklum ini masih dinihari atau tepatnya di
ujung malam, tapi saat tiba di masjid ternyata pendopo masjid ini penuh sesak
dengan Jemaah yang sedang ber istirahat. Ada waktu beberapa menit untuk sekedar
mengambil foto masjid lalu menuju ke tempat wudhu untuk bersiap siap sholat
subuh. Di dalam masjid tampak lengang karena memang ada larangan tidur di dalam
ruang utama masjid.
Menyenangkan ahirnya bisa sampai
disini, salah satu masjid yang memang sudah lama ingin ku kunjungi. Masjid
Agung Demak dikenal sebagai masjid pertama yang dibangun sebagai masjid
kesultanan di tanah Jawa dan di Nusantara, sekaligus juga merupakan masjid pertama
di Nusantara yang masih berdiri kokoh hingga kini sesuai dengan aslinya. Meskipun
dari sisi usia Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua kedua di pulau Jawa
setelah Masjid Soko Tunggal Banyumas.
Nuansa kuno langsung terasa saat
melihat masjid ini sejak dari luar hingga ke dalam masjid. Masjid dengan empat
sokoguru berdiri kokoh ditengah ruang utama. Mimbar kayu yang antik dinamai
sebagai Dampar Kencana hadiah dari Prabu Brawijaya, kini dilindungi dengan
kaca, lampu lampu gantung kuno memancarkan sinar yang syahdu. Bangunan masjid
agung dengan bangunan serambi dan pawastren-nya masih terawat baik hingga kini
sejak pertama kali dibangun oleh Raden Fattah ditahun 1477M.
Serambi masjid, dibagian depan bangunan utama masjid Agung Demak ini menjadi tempat istirahat bagi para peziarah dari berbagai daerah menunggu datangnya pagi. |
Setelah sholat subuh, Jemaah berbondong
bondong menuju ke bangunan disamping masjid hingga antri panjang sampai ke
pelataran, untuk berziarah ke makam Raden Fattah dan makam para Sultan Demak
lainnya, yang berada di belakang masjid agung Demak. Para peziaran ini datang
dari berbagai daerah, beberapa diantara mereka sempat bertegur sapa karena
mengira saya salah satu dari rombongan mereka.
Sebagian besar peziarah ini
menggunakan bis charteran dan tujuan mereka adalah menziarahi makam para wali
yang tersebar di berbagai tempat di tanah jawa. Setiap kelompok ada pemimpin
dan pembimbingnya masing masing. Di masing masing bis yang mereka gunakan jelas
terpampang tulisan ‘rombongan ziarah wali’.
Sesaat setelah sholat subuh |
Masjid Agung Demak menjadi salah
satu tujuan wisata ziarah atau keren nya disebut wisata religi, baik karena
latar belakang sejarahnya dan terutama karena keberadaan Makam Raden Fattah dan
para Sultan Demak yang berada di sisi barat Masjid Agung Demak ini. Begitu penjelasan
Mas Syarif salah satu pengurus masjid, yang sempat menemaniku ngobrol sembari
menunggu padatnya Jemaah yang mengantri ke komplek makam.
Ziarah ke makam sultan di komplek
Masjid Agung ini gratis, terutama bagi para traveler sendirian seperti ku,
hanya saja untuk peziarah yang datang dengan rombongan diminta untuk melapor,
mengisi buku tamu dan dihimbau untuk berinfak se-ikhlasnya.
Di komplek makam di belakang
Masjid Agung Demak ini terdapat dua pendopo terbuka yang cukup besar dibangun
berjejer dengan bangunan cungkup Makam Sultan Raden Abdull Fattah dan keluarga.
Dua pendopo tersebut penuh sesak oleh peziarah. [foto koleksi Intagram @hendrajailani]
------------------------------------------------------------------
Follow & Like
akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang
informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
hindari komentar yang berbau SARA