Sabtu, 10 Agustus 2019

Masjid Sultan Singapura

Masjid Sultan Singapura, atau seringkali disebut Masjid Sultan saja merupakan masjid nasional Singapura sekaligus sebagai masjid bersejarah dengan status cagar budaya.

Masjid Sultan Singapura menjadi satu satunya masjid yang (masih) dizinkan mengumandangkan azan keluar masjid melalui pengeras suara di menaranya. Keisitimewaan itu hanya diberikan kepada masjid Sultan dan tidak bagi sekitar 67 masjid lainnya yang ada di negara Singapura.

Kami memang belum berkesempatan mendengar langsung kumandang azan dari masjid ini namun anda bisa menemukan beberapa rekamannya di situs youtube. Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, begitu kata pepatah melayu. Singapura punya aturan sendiri untuk urusan azan teramat berbeda dengan di Indonesia tentunya.

Masjid Sultan
3 Muscat St, Singapura 198833



“Bukan bermaksud untuk endorse atau untuk promosi, dari bagian manapun di Singapura, menggunakan taksi online adalah cara kami yang paling mudah untuk menuju ke masjid ini. Dan bagusnya memesan taksi online disana gak pakai lama, kecuali di jam jam sibuk, samma saja dengan disini :)”

Namun demikian suasana yang tak jauh berbeda dengan di Indonesia kami temukan di masjid ini saat sholat idul adha tahun 2018 yang lalu. Muslim dari berbagai penjuru berkumpul di masjid ini sejak pagi buta. Jemaah wanita seluruhnya tidak sholat di dalam ruang utama masjid namun di bangunan disebelahnya dan meluber hingga ke jalan raya, begitupun dengan jemaah pria.

Terasa betul penataan dan pengaturannya yang teramat rapi dan cermat. Masjid menugaskan beberapa pengurusnya untuk mengatur shaf jamaah sedemikian rupa sejak sebelum sholat dimulai. Dua orang diantaranya berdiri di beranda masjid mengatur jemaah yang masuk ke dalam masjid dan menyetop jemaah yang akan masuk pada saat bagian dalam masjid sudah penuh.

Sentuhan arsitektur Mughal dan Melayu sangat kental di bangunan Masjid Sultan Singapura ini.

Beruntung menjelang sholat dimulai dua petugas ini bersegera memanggil kami masuk ke dalam ruang utama karena pada saat jemaah mulai berdiri dan menyusun shaf, akan ada ruang kosong diantara mereka, dan imamnya pun tidak serta merta memulai sholat, ada jeda waktu yang cukup untuk mengatur shaf jemaah.

Khutbah idul adha disampaikan dalam bahasa melayu dan bahasa melayu masyarakat Singapura lebih memiliki kemiripan dengan bahasa Indonesia baik kosa kata maupun dialek yang tak terlalu kental, dan rasanya tak terlalu banyak kata dan kalimat yang sulit difahami bagi mereka yang tak terbiasa berbahasa melayu sekalipun.

Dari arah Kandahar Street.

Ada layar tivi yang dipasang berjejer di tiap tiang masjid menyiarkan langsung khatib yang sedang khutbah lengkap dengan translasi dalam bahasa Inggris. Dan ada tradisi yang cukup menarik, selama khatib menyampaikan khutbahnya ada anak anak usia belia yang membawa kantung kain berkeliling di dalam hingga keluar masjid mengambil sedekah jariah langsung dari jemaah. Tradisi ini bila saya tak salah ingat serupa dengan tradisi di masjid Agung Palembang.

Singapura terdiri dari berbagai etnis dan bangsa, dan itu benar benar terasa pada saat sholat di masjid ini. Meski berada di tanah melayu tidak semua jemaahnya berbusana khas melayu pada saat sholat hari raya, jemaah yang heterogen dari berbagai etnis dan bangsa menhadirkan suasana berbeda dibandingkan dengan sholat hari raya di kampung sendiri.

Pada awalnya masjid Sultan Singapura dibangun dalam bentuk yang serupa dengan masjid Agung Demak, Sebelum kemudian di bagun ulang dengan bentuknya saat ini di tahun 1924.

“Dalam sejarahnya muslim Indonesia yang tinggal (berdagang) di Singapura pada masa itu turut serta membangun masjid Sultan Singapura lho, baik menyumbang tenaga maupun dana”

Berdasarkan catatan sejarah, masjid Sultan Singapura pertama kali dibangun pada tahun 1824 oleh Sultan Husaain, bersebelahan dengan istana sang sultan, dan selesai dua tahun setelahnya. Dana pembangunannya berasal dari sumbangan East India Company, donasi jemaah, serta dari pihak istana sendiri.

Semula bangunan masjid dibangun berbentuk masjid tradisional Nusantara dengan atap limasan bersusun tiga. Bentuk tersebut hampir mirip dengan Masjid Agung Demak yang masih bisa kita jumpai hingga sekarang. Maklum, struktur awal masjid memang digarap oleh masyarakat Jawa, Melayu dan Bugis yang menetap di Singapura untuk berdagang. Kawasan Kampong Glam ini semula memang kawasan permukiman awal beberapa etnik masyarakat Indonesia.

Masjid Sultan beserta Kampung Glam telah menjadi salah satu destinasi wisata sejarah paling menarik di Singapura. tak heran bila tempat ini tak pernah sepi dari pengunjung dari berbagai negara.

Dalam perkembangannya, Masjid Sultan kemudian direnovasi pada tahun 1924, bertepatan dengan 100 tahun berdirinya masjid tersebut. Selain dilakukan perluasan area untuk menambah daya tampung, bentuk dan arsitektur masjid juga mengalami perubahan. Setelah empat tahun pembangunan, berdirilah masjid seperti yang ada sekarang. Bergaya Gothik Mughal lengkap dengan menaranya.

Hal yang unik dari pembangunan masjid ini adalah ornamen kubah bewarna hijau di masjid ini dibuat dari ribuan botol kaca hasil sumbangan dari berbagai lapisan masyarakat muslim Singapura saat itu. Setelah pembangunan tahun 1924 itu masjid Sultan mampu menampung hingga 5.000 jemaah.

Di hari raya Idul Adha, seperti hal nya di Indonesia, Masjid Sultan Singapura juga menyelenggarakan penyembelihan hewan qurban, hanya saja dalam pelaksanaannya sedikit berbeda dengan di Indonesia, penyembelihan hewan Qurban di masjid ini dilaksanakan di area tertutup dan tidak semua orang boleh masuk dan melihat proses nya meskipun dilakukan masih di halaman samping masjid.

Ada banyak kedai makanan halal disekitar masjid Sultan ini.

Setelah penyembelihan hewan qurban dilanjutkan dengan acara silaturrahim bersama dan santab siang di gedung disamping masjid. Dari pagi hari tampak sebagian pengurusnya sibuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk memasak makanan kuliner khas idul adha di samping masjid.

“Tips kecil untuk ada; bila sedang berkunjung ke toko toko dan kedai disekitar masjid Sultan, sebaiknya bawa uang tunai yang cukup, karena pedagang disini tidak satupun yang menyediakan mesin EDP untuk memproses transaksi dengan kartu debit ataupun kartu kredit, alias hanya terima pembayaran tunai”

Hal lain yang unik dari masjid ini adalah penerapan sistem manajemen ISO 9001:2015 untuk tata laksana (manajemen masjid), dan Masjid Sultan Singapura ini sudah bersertifikasi ISO 9001;2015 lho. Kini masjid Singapura yang merupakan masjid tertua di Singapura, dikelola oleh pengurus masjid dengan perhatian penuh dari negara, maklum masjid Sultan dan kawasan sekitarnya merupakan kawasan cagar budaya nasional Singapura.***

------------------------------------------------------------------
Follow & Like akun Instagram kami di @masjidinfo dan @masjidinfo.id
🌎 gudang informasi masjid di Nusantara dan mancanegara.
------------------------------------------------------------------

Baca Juga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hindari komentar yang berbau SARA