|
Masjid Jami Wali Limbung |
Nama masjid tua satu ini memang unik, Masjid
Jamie Wali Limbung di desa
Medari, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung. Wali Limbung yang menjadi nama masjid
ini merupakan gelar bagi seorang ulama besar penyebar Islam di daerah tersebut
yang dikenal dengan nama Sayid Abdullah atau Syekh Abdullah. Konon beliau
berasal dari tanah arab dan mendirikan masjid tersebut di tahun 1662. Siapa
sebenarnya Sayid Abdullah ? warga setempat pun hingga kini masih belum
mendapatkan informasi yang jelas.
Jl Raya Temanggung-Weleri
Desa Medari, Kecamatan Ngadirejo
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia
koordinat -7.255728, 110.070593
Meski telah berumur sangat tua, masjid Jami
Wali Limbung ini masih terawat dan terjaga keasliannya. Kendati telah
direnovasi tiga kali (tahun 1901, 1957, dan 1982), bentuk aslinya
dipertahankan. Terutama, tiang penyangga, tempat imam, serta kerangka atap dari
kayu asli tanpa paku. Kayu
kayu yang menjadi struktur bangunan masjid ini hanya dirakit dengan
lubang penyambung yang kurang rapi. Namun, kendati tampak rapuh, rakitan itu
tak pernah berubah selama ratusan tahun.
Pada hari tertentu, khususnya
Jumat Pahing, banyak penziarah datang ke makam itu. Mereka adalah warga sekitar
serta dari berbagai kota, seperti Cirebon, Demak, Kendal, dan Banjarnegara. Selain masjid, Syekh Sayid juga
meninggalkan keranda dari kayu. Keranda itu sekarang masih dipakai untuk
membawa jenazah ke pemakaman bila ada penduduk meninggal dunia meskipun keranda
tersebut sudah berumur sekitar 338 tahun namun masih utuh dan bisa dimanfaatkan.
|
Interior Masjid Jami Wali Limbung dengan jejeran pilar pilar kayu nya |
Upaya Menguak Sejarah Syekh Sayid Abdullah
Ada dua versi hikayat tentang Syekh Sayid Abdullah yang berkembang di masayarakat setempat.
Hikayat yang paling populer menyebutkan bahwa Wali Limbung adalah orang
Jawa, putra dari Sultan Agung penguasa Mataram Islam. Ketika terjadi konflik antara Mataram
dengan VOC, Mataram memutuskan untuk menyerang Belanda di Batavia, Sultan Agung ikut berangkat
dan mengajak istrinya yang
ternyata sedang hamil.
Perang yang berlangsung berbulan bulan,
kandungan sang Istri juga semakin besar. Sultan Agung memerintahkan
salah satu Patihnya untuk mengantar
pulang Istri beliau pulang ke Mataram. Ketika sampai di daerah Temanggung,
istri Sultan sudah tidak kuat lagi berjalan karena sudah dekat waktunya
melahirkan sampai sampai tubuh beliau Limbung. dari sanalah kemudian muncul
nama Limbung yang kemudian melekat kepada Wali Limbung.
|
Mimbar yang masih asli |
Konon Nama asli beliau adalah Klono Jiwo
(Jiwa yang berkelana). Klono Jiwo akhirnya tetap tinggal di sana bersama ibunya
dan ayah angkatnya, yaitu sang Patih yang membawa ibunya dalam perjalanan
pulang. Sang Patih tersebut kemudian mendirikan pondok pesantren yang kini
dikenal Pondok Kiai Parak. Sementara itu, Wali Limbung ketika dewasa juga menjadi seorang tokoh
pengembang Islam di sana, ia mendirikan pondok pesantren yang sekarang dikenal
dengan Pondok Kiai Parak Tsani.
Sedangkan versi kedua menyebutkan bahwa Wali
Limbung merupakan salah satu anggota
dari rombongan syekh Maulana Malik Ibrahim yang datang ke tanah jawa untuk
menyebarkan agama islam. Ia mendarat pertama di gresik pada tahun 1379 M. Kedua versi hikayat tersebut sama
sama sulit untuk di verifikasi kebenarannya. Karenanya tokoh masyarkat disana
berupaya menguak sejarah sebenarnya dari Wali Limbung.
|
Beranda masjid |
Salah satu upaya menguak sejarah Sayid Abdullah
pengurus masjid dan tokoh tokoh desa Medari mengadakan haul yang
diselenggarakan makam Syekh Sayid Abdullah yang tidak jauh dari Masjid Jami Wali Limbung.
penyelenggaraan pertama dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan tahun 2002, Haul
kedua pada 5 Oktober 2003.
Haul dilaksanakan dengan mengundang ulama dari berbagai kota di Jawa.
Dengan harapan, dari mereka bisa terkuak sejarah keberadaan Syekh Sayid.
Selain dengan mengundang para ulama,
panitia juga akan melakukan studi banding ke berbagai kota yang kemungkinan
berkait dengan penyebaran agama Islam oleh Syekh Sayid. Kota-kota itu antara
lain Cirebon, Demak, Kudus, serta beberapa daerah di Jatim. para tokoh dan masyarakat disana sangat
berharap bantuan dari semua pihak yang mengetahui sejarah Syekh Sayid Abdullah,
untuk mengungkap sejarah beliau yang masih belum diketahui dengan jelas hingga
kini.
Dalam acara Haul
tersebut juga dilaksanakan acara sunatan
massal diikuti 15 anak, festival rebana diikuti 22 grup dari berbagai daerah,
pawai dokar, drum band, dan pengajian. Ke-15
anak yang akan disunat diarak keliling kampung. Hampir sebagian warga
menyaksikan di pinggir jalan yang dilalui arak-arakan. Begitu ramainya, arus
lalu lintas antara Parakan dan Ngadirejo pun macet.
(foto dari Teguh Santoso, narasi oleh Hadiwijaya).***
|
Prasati renovasi dan perluasan |
-------------------------------
Baca Juga Masjid di Jawa Tengah
Lainnya