Di kawasan Cibogo, Cibarusah, Kabupaten Bekasi berdiri
sebuah masjid di tengah pondok pesantren Al-Bagqiyatussholihat, sebuah masjid
tua dengan nama yang sama dengan nama pondok pesantren tersebut, Masjid Al-Baqiyatussholihat. Masjid ini
dibangun oleh KH. Raden Ma’mun Nawawi di tahun 1956. Pesantrennya sendiri sudah
berdiri sejak tahun 1938, di masa penjajahan Belanda.
Pondok Pesantren Assalafiyyah Al-Baqiyatussholihat kini di asuh
oleh KH. R.
Jamaluddin Nawawi yang merupakan putra dari KH. Raden Ma’mun Nawawi,
pendiri Ponpes dan Masjid Al-Baqiyatussholihat. Ponpes Al-Baqiyatussholihat, hingga kini
masih setia dengan sistem pendidikan pesantren dengan mengkaji kitab kuning
sebagaimana pesantren pesantren tradisional pulau Jawa lainnya. Nama KH. Raden
Ma’mun Nawawi kini di abadikan sebagai nama jalan raya Cibarusah yang
membentang di depan komplek Ponpes ini.
Lokasi dan Alamat Masjid Al-Baqiyatussholihat
(1956)
Masjid
Al-Baqiyatussholihat
Komplek Pondok
Pesantren Assalafiyyah Al-Baqiyatussholihat
Jl. KH. R. Ma’mun
Nawawi, Kampung Cibogo RT. 003/001
Desa Sendang
Mulya, Kecamatan Cibarusah
Kabupaten
Bekasi 17343, Jawa Barat - Indonesia
Telepon :
(021) 89952428
Dari Arah Lippo Cikarang ke Cibarusah, Komplek Pondok
Pesantren Assalafiyyah Al-Baqiyatussholihat, berada disisi
kiri jalan raya Jl. KH. R. Ma’mun Nawawi (jalan raya Cikarang – Cibarusah) di
tikungan kampung Cibogo. Gerbang Ponpes ini berseberangan dengan sebuah
minimarket.
Sejarah Masjid Al-Baqiyatussholihat
Masjid Al-Baqiyatussholihat dibangun pada pada
tanggal 1 Agustus 1956 atau bertepatan dengan bulan Muharram 1376H oleh KH.R.Ma’mun Nawawi, seorang
tokoh pejuang Bekasi yang selama revolusi kemerdekaan bahu membahu dengan KH.
Noer Ali di Laskar Hisbullah menentang penjajahan Belanda. Cukup menarik
menilik sejarah masjid ini dan sang pembangunnya. Gelar Raden pada nama KH.
Raden Ma’mun Nawawi, merupakan gelar yang memang beliau peroleh dari garis
keturunannya..
Masjid Al-Baqiyatussholihat di Komplek Pondok Pesantren dengan nama yang sama di Kampung Cibogo, CIbarusah, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. |
Beliau adalah putra dari KH. Raden Anwar, ulama Bekasi
yang juga pernah menjadi murid KH. Hasyim Asy’ari. Dalam wawancara dengan
Hidayatullah edisi 113, KH.R.
Jamaluddin yang merupakan putra dari KH.R.Ma’mun
Nawawi menjelaskan bahwa beliau (KH.R. Jamaluddin ) adalah keturunan ke 11 dari Maulana Hasanudin
(Sultan Banten Pertama) dan keturunan ke 24 dari Rosulullah.
Dalam sejarah Masjid
Jami Al-Mujahidin Cibarusah disebutkan bahwa : kawasan Cibarusah pertama
kali dibuka dan dibangun oleh Pangeran Senapati, salah satu putra dari Pangeran
Jayakarta yang diperintahkan oleh Pangeran Jayakarta untuk menyingkir dari
Jayakarta paska kekalahan pasukan kesultanan terhadap pasukan Belanda. Pangeran
Jayakarta sengaja meminta putranya menyingkir sejauh mungkin dari pusat kota
untuk menghindari penangkapan oleh pasukan belanda dan untuk menyebar luaskan
agama Islam.
Begini bentuk utuh Masjid Al-Baqiyatussholihat dari arah gerbang Pondok Pesantren yang berdiri di tepi jalan KH. Ma'mun Nawawi |
Pangeran Jayakarta adalah putra dari Pangeran Ra(Tu)
Bagus Angke. Tubagus Angke sendiri adalah menantu dari Sultan Maulana Hasanudin
(Pangeran Sabakingking) – Sultan pertama di Kesultanan Banten. Konon di tahun
1619M Pangeran Jayakarta memerintahkan putranya, Pangeran Senapati
menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda Kelapa dalam
perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus membangun pertahanan
di kawasan pesisir dan pedalaman.
Perjalanan panjang Pangeran Senapati bersama
pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin,
Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di
sebuah kawasan hutan jati, yang kini dikenal sebagai kecamatan Cibarusah di
Kabupaten Bekasi. Keturunan pangeran Senapati dan bangsawan yang pergi
bersamanya itu tetap menggunakan gelar kebangsawanan hingga kini.
Nama masjid ini tertulis dengan jelas di fasad masjid yang menghadap ke jalan raya, Masjid Al-Baqiyatussholihat, lengkap dengan tahun pembangunannya. |
KH.R.Ma’mun Nawawi
dan Ponpes Al-Baqiyatussholihat
Sebagai salah satu pesantren tua di Bekasi, Pesantren
Al-Baqiyatussholihat memiliki sejarah yang sangat panjang. Menurut KH.R. Jamaluddin
Nawawi (pengelola pesantren saat ini) pesantren ini berdiri karena kondisi sosial masyarakat
saat itu (pra kemerdekaan), eksistensi pesantren sangat dibutuhkan karena
kondisi sosial masyarakat yang miskin ilmu pengetahuan dan pegangan hidup.
KH. R. Ma'mun Nawawi |
Sebagai
orang yang berilmu dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perkembangan
Islam, KH. Raden Anwar yang pernah menjadi murid KH. Hasyim Asy’ari ini,
mengutus anaknya yang bernama Raden Ma’mun Nawawi untuk belajar agama di
pesantren. Satu-persatu
pesantren disambangi, mulai dari Pesantren KH. Hasyim Asy’ari di Jawa Timur,
Pesantren Syekh Ihsan Jampes (Pengarang
Kitab Siraj al-Thalibin) di Kediri, hingga Pesantren Tugabus Bakri bin Seda (Mama Sempur) di Plered,
Sempur, Bandung. Raden Raden Ma’mun Nawawi kemudian
menikah dengan putri Kiayi
Tubagus Bakri.
Raden Ma’mun Nawawi juga pernah belajar di Pesantren
Syekh Mansyur atau Guru Mansyur, pengarang
Sulam al-Nairen di Masjid
Al-Mansyur, di
Kampung
Sawah Lio, Jembatan
Lima, Jakarta. Kitab Sulam al-Nairen berisi tentang ilmu falak. Oleh Raden
Ma’mun Nawawi kitab ini mampu dipelajari dan dikuasainya selama 40 hari saja. Raden
Ma’mun Nawawi memang terkenal cerdas, beliau sudah hafiz (hafal
Al-Qur’an saat baru berusia 19 tahun). Dari Jembatan Lima, Jakarta, Raden Ma’mun Nawawi meneruskan
pendidikannya ke Makkah
al-Mukarramah.
Sepulang dari Makah, Raden Ma’mun Nawawi diminta oleh
mertuanya, Tubagus Bakri,
untuk mendirikan pesantren di Pandeglang, Banten. Namun, sekitar dua tahun
kemudian, beliau diminta oleh ayahnya, KH.Raden Anwar untuk kembali ke Cibogo,
Cibarusah, guna mendirikan pesantren disana. Atas biaya sang ayah, berdirilah
Pesantren Al-Baqiyatussholihat pada tahun 1938. Seluruh santri di Pesantren
Pandeglang ikut gabung ke Pesantren Al-Baqiyatussholihat ini.
tiga orang santriwati melintas di depan Masjid Al-Baqiyatussholihat |
Pada masa keemasannya, pesantren ini pernah menampung
sekitar 1000 santri dalam satu angkatan. Bahkan, pesantren ini sempat terkenal
sebagai Pesantren Ilmu Falak (Hisab). Ketika berbicara masalah pesantren ini,
maka yang muncul adalah Pesantren Ilmu Falak. Karena itu, ketika pemerintah
Bekasi, Bogor, Jakarta dan sekitarnya membutuhkan masalah perhitungan
falakiyah, selalu merujuk ke pesantren ini. Sekarang masalah falakiyah juga
masih diajarkan di sini.
Kini, pesantren yang berdiri di atas tanah 2995 m2 ini
masih tetap eksis dan setia dengan tradisi lamanya, mengajarkan kitab kuning
kepada para santri putra dan putrinya, baik ilmu alat (nahwu, sharaf,
balaghah), ilmu faraidh (waris), ilmu fikih, falak (hisab), tauhid dan
sebagainya. Salah satu santrinya yang berkali-kali tampil di televisi adalah
KH. Yahya Anshori di Kalideres. santri lainnya yang masih eksis adalah Kiayi
Utsman di Citeureup dan sebagainya.
KH.R.Ma’mun Nawawi meninggal dalam usia 63 tahun
(1912-1975). Selama hidupnya beliau pernah menulis nadzaman ilmu falak sebanyak
63 bait dan menghasilkan setidaknya 63 kitab. Sebagian kitabnya dijual di Toko
Arafat Bogor, seperti Kasyful Gumum wal
Gumum (tentang doa), Hikayatul Mutaqaddimin (tentang kisah-kisah ulama dahulu),
Idho’ul Mubhamat (tentang rumus-rumus akumulasi dari kitab-kitab yg mengandung
akronim) dan sebagainya.
Gerbang utama masjid Baqiyatussholihat yang menghadap ke timur, berhadapan dengan bangunan pendopo di depan masjid. |
Makam KH.R.Ma’mun Nawawi berada di sekitar pesantren dan
seringkali dikunjungi orang baik dari Banten atau Bogor, khususnya pada bulan
Maulid. Pada masa hidupnya beliau pernah berjuang bersama KH. Nur Ali (Pahlawan
Nasional) dalam gerakan Hizbullah. Dan atas jasanya tersebut, nama beliau
dijadikan nama jalan utama yang menghubungkan Cikarang – Cibarusah di
depan Kompek Pondok Pesantren ini.
Pondok pesantren Al-Baqiyatussholihat terdiri dari
ponpen putri dan putra. Asrama santri putra berada disekitar masji sedangkan
asrama putri berada di sebelah timur masjid. Pada hari senin 14 Februari 2005,
asrama putri ponpes ini sempat mengalami kebakaran, namun Alhamdulillah tidak
mengakibatkan korban jiwa. Santri serta pengasuh tak mengalami cidera akibat
musibah yang diduga akibat hubungan pendek arus listrik tersebut. Tanggal 30 September 2011 Gubernur Jabar Ahmad
Heryawan didampingi Bupati Bekasi kemarin menyempatkan diri singgah ke Pondok
Pesantren Albaqiyatussolihat setelah melihat kerajinan yang dikembangkan di balai latihan di Desa Sindang Mulya
Cibarusah.
Gerbang Pondok pesantren di tepi jalan raya, tampak bangunan masjid Al-Baqiyatussholihat di belakang warung kopi. |
Beduk tua di masjid Al-Baqiyatussholihat. |
Asrama santri :: disebelah kiri adalah bangunan pendopo, Masjid Al-Baqiyatussholihat disebelah kanan foto. |
bercengkrama :: dua orang santri sedang bercengkrama di jendela asrama santri putra. |
lebih dekat ke gerbang utama, di sisi atas bagian dalam beranda ini dilukis dengan indah nama dan tahun pembangunan masjid ini |
Pintu timur Masjid Al-Baqiyatussholihat |
Lebih Dekat
Masjid Al-Baqiyatussholihat dibangun pada 1 Agustus 1956 atau bertepatan dengan bulan Muharram tahun 1376H. tulisan ini terdapat di sisi dalam bagian atas serambi masjid |
Interior sisi utara Masjid Al-Baqiyatussholihat |
Mimbar dan Mihrab Masjid Al-Baqiyatussholihat |
Add caption |
Serambi Masjid Al-Baqiyatussholihat |
epholic.blogspot.com
- ponpes al-baqiyatussholihat, setia dengan tradisi kitab kuning
radar-bekasi.com - gubernur : warga bekasi harus tebal
dompet
-----------------------------------------------------
Baca
juga Artikel Masjid Masjid Cibarusah Lain-nya
Masjid
Al-Mujahidin Cibarusah, Pangkal Perjuangan Laskar Hizbullah│Masjid
Perahu di Babakan Cibarusah│Masjid
Al-Amin – Cibarusah│Masjid
Jamie Al-Muttaqiin, Kampung Malaka, Cibarusah│Masjid
Jami’ Al-Mubarokah, Kampung limo│
Assalamu alaikum.
BalasHapusSy kasri lilmuttakin dari bima. Sy dulu sekitar tahun 1996-1999 pernah mondok di oesanyren ini. Nama kecil saya Mbu, bpak saya satpam dan setelah kecelakaan pada bapak saya kembali ke kampung halaman. Teman sekelas saya dulu, Asep yg punya toko di depan gerbang pondok, yg perempuan Siti Hindun Kholilah anaknya pak aji tetangganya kang eje. Juga erna anaknya pak rt maun.
Kalau ada yg kenal sya tong hubungi saya lewat email.