Minggu, 17 Juli 2011

Masjid Perahu di Babakan Cibarusah

Masjid Perahu di Kampung Babakan Cibarusah
Masjid ini cukup unik, kecil tapi antiq. Di bagian depan masjid ini berdiri bangunan berbentuk perahu dengan ukuran cukup besar dicat dengan warna biru, cukup menarik perhatian. Masjid ini berlokasi tak jauh dari gerbang perumahan Cibarusah Indah. 




Ketika mampir ke masjid ini, bukan dalam waktu sholat, tak ada jemaah satupun disana untuk sekedar bertanya apa nama masjid unik ini. Tak ada papan nama atau sedikit petunjuk yang mengenai nama atau riwayat masjid ini. Yang pasti aura masa lalu sangat terasa ketika mampir kesini.

Bangunan perahu di bagian depan masjid ini sebenarnya adalah bangunan tempat wudhu yang sengaja dibangun berbentuk perahu. Para pendiri masjid ini pastinya punya alasan sendiri dengan bentuk tempat wudhu yang tak biasa ini.

Perahu itu sejatinya adalah tempat wudhu.
Ada beberapa hal yang menutur saya cukup impresif dengan masjid ini selain bangunan perahu di halaman depan. Ornamen dua pedang besar yang menyilang di atas teras kecil masjid. Bentuk pedang yang mengingatkanku pada bentuk pedangnya para pejuang Mujahidin.

Di puncak atap tumpang tiga masjid ini terpasang mastaka atau mahkota dengan ukiran yang cukup indah. Saya belum pernah menemukan mastaka masjid yang indah dengan bentuk seperti ini sebelumnya. Ukirannya cukup detil dan rapi.

Dan ini perahu yang merupakan bangunan tempat wudhu

Sementara dibagian dalam masjid terpasang lampu gantung yang juga sangat antiq. Sepertinya juga sudah berumur sangat tua, meski sudah difungsikan lagi sebagai penerangan karena dibagian bawah lampu tersebut terpasang bohlam lampu listrik biasa sebagai penerangan. Dan sepertinya lampu gantung ini memang bukan untuk lampu listrik tapi sebagai tempat menyimpan lilin sebagai penerangan.

Di sisi utara masjid ini ada sebuah bukit kecil yang rindang dengan pepohonan besar yang sudah berusia tua. Dan di atas bukit ini terdapat beberapa makam, Beberapa makam terlihat sudah berumur cukup tua. Dibagian tengah pemakanan di puncak bukit itu ada satu bangunan makam yang terkunci. Makam tersebut merupakan makam Pangeran Senapati atau oleh masyarakat setempat biasa disebut makam Mbah Sena, sesepuh sekaligus pendiri Cibarusah.

Mahkota penghias atap masjid
Sejarah tutur menyebutkan bahwa Pangeran Senapati, adalah salah satu keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, Sultan terahir Jayakarta sebelum di kuasai penjajah BelandaSekitar tahun 1619M Pangeran Jayakarta memerintahkan Pangeran Senapati menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda Kelapa dalam perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman.

Maka dimulailah perjalanan panjangPangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan jati. Dibangunnya bentuk seperti perahu besar di depan masjid ini kemungkinan sebagai sebuah simbol perjalanan sekaligus untuk mengingat perjalanan pangeran Senapati dari Jayakarta (kini Jakarta) sampai ahirnya tiba di Cibarusah. 

Lampu gantung antik di dalam masjid
Di kawasan hutan jati itulah kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa sunda “Cai baru sah”.

Dikisahkan bahwa ketika Masjid tua Almujahidin telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu ulama yang menyertai Pangeran Senopati berujar dalam bahasa Sunda “nah ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’ berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.

Bangunan bercat biru di atas bukit kecil di sebelah utara masjid (sisi kanan foto) adalah bangunan makam Pangeran Senapati atau biasa disebut Mbah Sena oleh masyarakat Cibarusah. Beliau adalah salah satu putra Pangeran Jayakarta (Sultan Jayakarta terahir).
Ornamen berbentuk pedang bersilang menghias beranda masjid ini, sehingga beberapa orang juga menyebut masjid ini sebagai masjid pedang selain masjid perahu.
Masjid Perahu dari atas bukit di depan makam Pangeran Senapati.

(Tulisan telah diperbaharui pada 3 Desember 2015).

-----------------------------------------------------

Baca juga Artikel Masjid Masjid Cibarusah Lain-nya



2 komentar:

  1. nice info, niat sekali buat artikelnya.. padahal di publish tahun 2011 ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. siyap, artikel itu memang sudah cukup lama di posting

      Hapus

hindari komentar yang berbau SARA