KIRI :
ukiran bunga matahari di mihrab Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon. KANAN :
Surya Majapahit
|
Islam
melarang penggunaan ukiran dan gambar manusia dan binatang dan bentuk mahluk
hidup lainnya kecuali tumbuhan. Terutama di dalam masjid dan mushola. Karenanya,
meski mimbar masjid Agung Sang Ciptarasa di Cirebon ini dipenuhi dengan ukiran
ukiran nan indah yang dipatrikan ke batu pualam putih, tak satupun bentuk
mahluk hidup disana.
Ukiran
ukiran indah itu bermuara ke sebuah ukiran seperti bunga matahari di bagian
puncak mihrab. Entah hanya sebuah kebetulan atau memang disengaja, bentuk bunga
matahari itu sebelumnya pernah digunakan oleh kerajaan Majapahit sebagai
lambang negara dengan nama Surya Majapahit.
Sedikit
nukilan sejarah menyebutkan bahwa pembangunan masjid Agung Cirebon ini
diprakarsai oleh Putri Pakungwati yang tak lain adalah Permaisuri dari Sunan
Gunung Jati, melibatkan beberapa tokoh wali songo. Menariknya lagi proses
pembangunan tersebut (konon) juga melibatkan Raden Sepat dan sisa sisa
pasukannya.
Raden
Sepat adalah panglima pasukan majapahit terahir yang menyerbu ke Demak pada saat
kesultanan Demak baru berdiri. Penyerbuan yang justru kepada berislamnya Raden
Sepat beserta sisa pasukannya. Selain kemampuan perang, Raden Sepat memiliki
kemampuan seni bangunan yang mumpuni, beliau yang merancang Masjid Agung Demak.
Dikemudian
hari ketika Cirebon akan membangun sebuah Masjid Agung, Sultan Demak mengutus
beliau ke Cirebon untuk membantu pembangunan masjid dimaksud. Bisa jadi, sisa anggota
pasukan beliau yang kemudian mengukir mimbar ini, mengabadikan lambang Majapahit
tersebut dalam bentuk bunga matahari. Wallohua’lam.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
hindari komentar yang berbau SARA