Mushola Al-Azharia dilihat dari pertigaan dusun V Desa Burai |
Mushola Al-Azharia merupakan salah satu dari
beberapa tempat ibadah muslim di Desa Burai, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera
Selatan. Lokasinya berada di Dusun V, dan akan dengan mudah ditemui oleh
siapapun yang masuk ke desa Burai dari arah jembatan pesona Tanjung Senai
karena lokasinya yang berada tak jauh dari pertigaan jalan raya di tengah Desa
Burai.
Lokasi masjid ini juga berseberangan dengan
rumah dari kakek dan karib kerabat penulis yang memang berasal dari sana,
sayangnya rumah datuk kami itu sudah lama tak dihuni, karib kerabat yang masih
tinggal disana sudah memiliki tempat tinggalnya masing masing bersebelahan
dengan rumah tersebut yang kini juga merupakan salah satu motor penggerak
aktivitas di Mushola Al-Azharia ini.
Bangunan Musholanya cukup unik, berupa rumah
panggung dari kayu, sama seperti kebanyakan rumah rumah warga disana. hanya
saja pada bagian atapnya dibangun berupa atap limasa (segitiga) bersusun
sebagaimana layaknya bangunan bangunan masjid tradisional Indonesia pada
umumnya. :: Singgah kesini seolah terbayangkan bagaimana mendiang H. Muhammad Sabil (datuk kami) Sholat disini bersama muslim Burai lainnya.:::
Lebih unik lagi pada bagian tangganya yang
sudah dibangun dengan bahan bata dan semen, dalam istilah setempat biasa
disebut dengan istilah tangga batu. ada dua tangga di masjid ini, satu tangga
di bagian depan menghadap ke jalan raya berupa tangga melingkar yang memang
merupakan trend pada masanya, seperti halnya dengan tangga di gedung museum
Sulatan Mahmud Badaruddin II di tepian Sungai Musi di Kota Palembang yang
dulunya merupakan Kediaman Redisen Belanda.
Tangga depannya yang khas berupa "tangga batu" yang berbentuk melingkar |
Tangga kedua berada di samping bangunan, juga
merupakan tangga batu namun bentuknya biasa tidak berupa tangga melingkar.
Tangga samping ini lebih berfungsi sebagai akses menuju ke sungai Kelekar yang
berada di belakang Mushola. Desa Burai ini merupakan salah satu desa yang
berada di tepian Sungai Kelekar dan kehidupan masayarakatnya sejak awal
berbasis ke Sungai, termasuk untuk keperluan Mandi, cuci dan sebagainya.
Desa Burai ini juga merupakan salah satu desa
yang cukup tua, sudah ada sejak masa kesultanan Palembang. Bahkan pada masa
perang antara Kesultanan Palembang melawan pendudukan Belanda, Desa Burai ini
menjadi basis pertahanan terahir di sisi selatan bagi pasukan Kesultanan
Palembang, karenanya nama desa ini disebut dengan Desa Burai yang berasal dari
kata “Buri” yang bermakna harfiah “Belakang”.
Beranda Mushola Al-Azharia |
Warga desa ini begitu banyak yang merantau ke
berbagai daerah di Indonesia, kami adalah salah satunya yang merupakan
keturunan dari warga asli desa ini yang kini tinggal di pulau Jawa. Di hari
hari besar Islam terutama Hari Raya Idul Fitri, Desa ini begitu semarak dengan
berbondong bondong nya para perantau pulang mudik, termasuk para perantau yang
tinggal di kota Palembang dan sekitarnya.
Lebaran menjadi momen reuni keluarga besar yang "kembali" atau "pulang mudik" dari perantauan. Reuni yang teramat penting mengingat bahwa generasi berikutnya terutama yang tidak lahir dan tinggal di Burai akan kehilangan akar asal muasalnya bila tidak diperkenalkan lagi oleh para orang tua dan sesepuhnya dengan kampung asal dan sanak family disana.***
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
hindari komentar yang berbau SARA