“............
Tidak kurang yang sayang padanya
Orang lain mati dilupa
Para pejuang tetap dikenang
Sejarahnya ditulis orang
Makamnya sentiasa di ziarahi
Walau perjuangan tak Berjaya
......................”
Pangeran Jayakarta Wijayakrama atau
Pangeran Achmad Jaketra adalah Sultan Terahir dari Kesultanan Jayakarta(kini
Jakarta). Berdirinya Kesultanan Jayakarta diawali dengan kemenangan Pasukan
Fatahillah terhadap pasukan Portugis di Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527.
Hari kemenangan tersebut menjadi sejarah awal Sejarah Kota Jakarta yang kini
diperingati setiap tahun sebagai hari jadi kota Jakarta dan nama Fatahillah di
abadikan sebagai nama Musium Sejarah Jakarta di kawasan Kota tua tak jauh dari
Stasiun Kereta Api Jakarta Kota.
Masjid Jami’ Assalafiyah
Jl Jatinegara Kaum No 208
Klender, Jakarta Timur
GPS: -6.202099,106.901184
Kesultanan Jayakarta tak
berlangsung lama, Fatahillah selaku penguasa pertama disana, lebih memilih
kembali ke Cirebon dan menyerahkan kendali pemerintahan kepada Tubagus Angke.
Setelah Tubagus Angke kekuasaan diteruskan oleh Pangeran Jayakarta dengan keraton
dan Masjid kesultanannya berada disekitar hotel Omni Batavia saat ini namun
sudah tidak ada sisanya sama sekali.
Tanggal 30 Mei tahun 1619 pasukan
Belanda dibawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen menyerbu Jayakarta. Dengan
keunggulan persenjataan ditambah dengan kondisi pasukan Jayakarta yang masih
kelelahan setelah perang melawan pasukan Inggris, pasukan Belanda berhasil
menduduki Jayakarta dan melakukan aksi bumi hangus terhadap kota itu termasuk
juga meratakan dengan tanah komplek keraton dan masjid kesultanan. Keluarga
Sultan terpaksa menyingkir dari pusat kota.
Dalam pengejaran oleh pasukan
Belanda, pangeran Jayakarta berhasil meloloskan diri dengan tipu muslihat
melemparkan jubah dan sorban yang dipakainya ke dalam sumur di kawasan mangga
dua, Pasukan Belanda yang mengira Pangeran Jayakarta berada di dalam sumur
tersebut memberondong sumur tersebut dengan peluru dan mengira pangeran
Jayakarta tewas disana. Anggapan yang diyakini kebenarannya selama bertahun
tahun baik oleh pihak Belanda maupun oleh masyarakat umum. Baru kemudian pada
tanggal 23 Juni 1956, setelah sekian lama dirahasiakan makam Pangeran Jayakarta
dan kerabatnya di sebelah Masjid Jami’ As-Salafiyah ini dinuka untuk umum.
Sesungguhnya beliau bersama para
pengikutnya berhasil melarikan diri ke wilayah yang kini dikenal sebagai
Jatinegara Kaum, membuka daerah baru serta mendirikan masjid yang kini dikenal
dengan nama Masjid Jami’ Assalafiyah dan meneruskan pemerintahan dan perlawan
terhadap penjajahan dari tempat tersebut, bersama beberapa anggota keluarga
serta para pengikut setia nya. Itu sebabnya daerah tersebut dikenal dengan nama
Jatinegara alias Negara yang Sejati.
Makam dan Prasasti. Makam Pangeran Jayakarta dan anggota keluarganya berada di bangunan pendopo ini. sedangkan batu prasasti di bagian depan photo adalah prasasti penghormatan dari Kodaam Jayakarta. |
Putra beliau yang bernama
Pangeran Senapati diperintahkan untuk pergi sejauh mungkin dari Jayakarta untuk
menghindari kejaran Belanda sekaligus menyebarkan agama Islam ke luar
Jayakarta, pada ahirnya menetap di wilayah Cibarusah kabupaten Bekasi dan
mendirikan Masjid
Al-Mujahidin Cibarusah yang dikemudian hari menjadi pusat
perjuangan pasukan Hisbullah melawan penjajahan Belanda di wilayah Bekasi.
Putra beliau yang lain (kini
dikenal dengan nama Pangeran Rangga), menyingkir dari kejaran pasukan Belanda
hingga ke wilayah hutan (yang kini dikenal dengan nama) desa Cikedokan di
kecamatan Cikarang barat, kabupaten Bekasi. Rumah tinggi dari kayu yang beliau
bangun masih berdiri kokoh dan menjadi cagar budaya hingga kini dan dikenal
dengan nama Saung Ranggon atau Rumah Tinggi.
Makam Pangeran Jayakarta |
Masjid As-Salafiyah diperkirakan
dibangun oleh Pangeran Jayakarta sekitar tahun 1619 di tengah basis
perlawanannya di kawasan hutan disebelah tenggara Batavia sepanjang kali
sunter. Sebuah masjid dengan empat soko
guru beratap limas. Assalafiyah yang menjadi nama masjid ini bermakna “tertua”.
Pangeran Jayakarta meninggal dunia pada tahun 1640M dan dimakamkan dekat
Masjid Jami’ Assalafiyah. Demikian pula dengan dua putranya, Pangeran Lahut dan
Pangeran Sageri serta Ratu Rafiah istri Pangeran Sageri.
Makam dan Masjid Pangeran
Jayakarta dipugar pertama kali pada tahun 1700 oleh Pangeran Sageri, pemugaran
kedua tahun 1842 oleh Aria Tubagus Kosim. Pemugaran ketiga tahun 1969 oleh
Gubernur DKI H. Ali Sadikin, dibangun dua lantai dengan membuat menara baru. Pemugaran
keempat pada tahun 1992 oleh Gubernur DKI H. Suryadi Soedirdja, melalu Dinas
Museum dan Sejarah DKI Jakarta.
Kini setiap hari silih berganti pengunjung yang datang ke masjid ini begitupun
mereka yang datang untuk berziarah ke makam Pangeran Jayakarta.
Prasasti di Gapura Masjid Jami As-Salfiyah |
Saat ini (Juni 2016) masjid Jami’
As-Salfiyah sudah ditambahkan lagi bangunan baru di sisi selatannya yang
menhadap ke jalan raya Jatinegara Kaum, berupa bangunan beton belantai dua yang
terhubung ke bangunan berlantai dua sebelumnya. Pembangunan gedung baru ini
juga disertai dengan pembangunan tempat wudhu yang lebih baik disi kiri (timur)
bangunan baru.
Gedung baru yang dibangun dibekas
lahan parkir ini membuat masjid Jami’ As-Salafiyah kehilangan lahan parkirnya.
Pengunjung yang datang kesana dan membawa kendaraan mau tidak mau harus parkir
di sisi jalan raya. Ada tiga tangga akses ke lantai dua masjid. Dua di bagian
dalam sisi timur bangunan berlantai dua yang lama dan satu tangga di bangunan
baru. Secara keseluruhan bangunan baru ini belum selesai seratus persen
terutama bagian fasad depannya sementara bagian dalamnya secara keseluruhan
sudah rapi dan nyaman untuk digunakan.***
Di dalam bangunan tua masjid Jami' As-Salafiyah |
Lihat Foto Foto Masjid dan Makam Pangeran Jayakarta Selengkapnya di posting berikutnya
--------------------------------------
Baca Juga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
hindari komentar yang berbau SARA