di tepian sungai Kelekar. Masjid Jamik Miftahul Jannah di Desa Burai ini berada persis ditepian sungai Kelekar. |
Burai,
adalah nama sebuah desa di wilayah kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir,
Propinsi Sumatera Selatan. Konon kata Burai berasal dari kata Buritan, atau
Buri, yang artinya bagian belakang, ujung atau terahir. Dinamai demikian karena
disebutkan bahwa wilayah ini merupakan salah satu wilayah pertahanan terahir
pasukan kesultanan Palembang dalam perang melawan penjajah.
Desa
yang cukup luas ditepian Sungai Kelekar ini memiliki sebuah komplek pemakaman
tua yang membentang luas, sudah terlihat sejak kita pertama kali masuk ke desa
ini. Sebelum dibangunnya jembatan yang melintasi sungai Kelekar dari Tanjung
Baru (Sendawar) menuju ke Desa Burai, Burai benar benar menjadi sebuah desa
ujung aspal seperti penggalan lagunya Iwan Fals. Aspal jalanan memang berahir
di desa ini, habis, setelah itu silahkan lanjutkan perjalanan menggunakan
angkutan air.
Lokasi Desa Burai di peta lama |
Namun sejak selesainya pembangunan jembatan tersebut, desa ini lebih mudah dijangkau melalui Desa Tanjung Baru. Terutama bagi mereka yang tinggal di sekitaran kota Prabumulih dan Palembang tidak perlu lagi melakukan perjalanan darat melambung melalui Tanjung Batu atau Muara Meranjat untuk menuju kesana.
Saya
pribadi memang memiliki keterikatan sendiri dengan desa ini meski tidak
dilahirkan dan dibesarkan disana juga tidak pernah menetap disana, namun dari
desa ini Almarhum kakekku berasal. Makam beliau juga berada disana dibawah
lindungan pohon pohon besar tak jauh dari tugu peringatan dipertigan sebelum
memasuki pemukiman warga.
Papan Nama Masjid. |
Dan
ternyata memang sudah lama sekali saya tidak kesana, terahir kali singgah
kesana untuk bersilaturrahim dengan sanak family juga berziarah ke makam para
leluhur, bertepatan dihari Jum’at sempat menunaikan sholat Jum’at di Masjid
Jamik Miftahul Jannah yang lokasinya persis berada ditepian Sungai kelekar yang
melintasi desa ini. saat itu putri pertamaku baru berumur sekitar 10 atau 11
bulan dan kini sudah duduk di bangku SMA. Selembar foto bersama di depan pintu
masuk Masjid Jamik Miftahul Jannah mengingatkanku pada momen itu. Setidaknya
sudah sekitar 15 tahunan yang lalu.
Wajar
bila saat ini tampilan luar masjid ini sudah banyak berubah terutama sudah
ditambahkan teras di bagian di tiga sisinya. Salah satu sisi masjid yang
menghadap ke sungai kelekar dilengkapi dengan tangga dan sebuah gazebo yang
dihubungkan dengan sebuah jembatan panjang. Pada saat air pasang gazebo ini
berada di dalam sungai, jemaah yang hendak berwudhu tinggak turun sedikit ke
anak tangga menuju sungai kelekar dan berwudhu disana.
Air
sungai kelekar ini sendiri memang terasa sedikit asin tidak seperti air sungai
biasa. Semasa kecil dulu paling senang main air sampai basah lalu mandi di
tangga depan salah satu rumah kakekku yang berada persis di atas sungai ini
pada saat air pasang, sehingga separo dari tangga depannya berada di dalam air.
Tak perlu repot ke menuju sungai untuk mandi karena air sungainya sudah
menghampiri hingga ke tangga depan rumah. Sekian tahun berlalu, giliran putriku
yang kegirangan mandi ditempat yang sama.
Add caption |
Pada
umumnya masyarakat di desa Burai dan kabupaten Ogan Komerint Ilir (OKI) yang
kini sudah dipecah dua menjadi Kabupaten OKI sendiri dan Kabupaten Ogan Ilir
merupakan masyarakat yang agamis. Pondok pesantren dapat ditemui hampir
disetiap desa. Masjid masjid Jamik yang ada juga cukup terawat dan ramai
jemaah.
Bangunan
Masjid Miftahul Janaah di desa Burai ini juga tak jauh berbeda dengan masjid
masjid yang umumnya kita jumpai di tanah Jawa dan Nusantara lainnya. Berupa
bangunan masjid beratap limas, namun dengan sedikit sentuhan Thionghoa dengan
beberapa taji di ujung ujung atapnya.
Family Day in Burai 1998 |
Bedanya di ujung atap masjid ini sudah
tidak lagi di hias dengan ornamen berbentuk daun simbar dan sebuah gada tunggal
tapi sudah menggunakan sebuah kubah bawang logam berukuran kecil. Masjid ini
juga dilengkapi dengan sebuah menara.
Tradisi
Jum’atan di Masjid ini juga sama persis seperti tradisi di masjid masjid tua di
Sumater Selatan lainnya dan juga tradisi Jum;atan di tanah Jawa. Prosesi sholat
Jum;at dimulai dengan lantunan suara muazin yang menyuarakan sholawat sambil
memegang sebuah tombak yang kemudian dipindahtangankan ke Khatib yang perlahan
menuju mimbar. Muazin kemudian melantunkan azan pertama. Azan kedua dilantunkan
sebagai pengantar khutbah. ***
Gazebo di belakang Masjid Jamik Miftahul Jannah, Burai, ditepian Sungai Kelekar. |
---------------------------------------
Masjid di
Ogan Ilir Lain-nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
hindari komentar yang berbau SARA