Sabtu, 18 Februari 2017

Masjid Nurul Huda Kalangan, Gelumbang

#masjid masjid di tanah Belida

Masjid Nurul Huda. Bermula dari sebuah Mushola, kemudian dinaikkan statusnya sebagai sebuah masjid.

Pada mulanya masjid ini adalah sebuah mushola yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat di kampung tiga kelurahan Gelumbang. Seiring perjalanan waktu mushola tersebut kemudian beralih status menjadi Masjid dan juga digunakan untuk sholat Jum’at dan sholat hari raya. 

Sebelumnya bila hari Jum’at dan hari raya, masyarakat disini berbondong bondong ke Masjid Jami Babussalam yang ada di Kampung satu Kelurahan Gelumbang.  Beberapa nama tokoh tokoh setempat yang masih saya ingat yang turut membidani mushola yang kini jadi masjid itu diantara adalah mendiang ust. Abdul Mukti, ust. H. Nang Hamid, ust. Nang Cik dan lainnya. mohon maaf bila ada yang tak disebut.

Masjid Nurul Huda
Kampung Tiga Kelurahan Gelumbang
Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim
Sumatera Selatan 31171



Kampung Tiga Kampung Kalangan

Kampung tiga kelurahan Gelumbang ini dulunya juga dikenal sebagai kampung kalangan. Kalangan yang dimaksud sama dengan Pekan atau Pasar. Di sekitar masjid ini memang ada bangunan kios kios pasar yang dibangun oleh PNKA/PJKA (sekarang PT. KAI) diseberang stasiun KA Gelumbang.

Di masa itu stasiun KA Gelumbang juga melayani penjualan tiket penumpang kereta api sehingga arus penumpang pengguna jasa kereta api yang wara wiri dari stasiun Kertapati di Palembang hingga ke Stasiun Tanjung Karang di Bandar Lampung begitu ramai dan roda perekonomian pun berputar disekitar stasiun ini.

Kebijakan kemudian berubah, penjualan tiket penumpang dihentikan dengan berbagai pertimbangan termasuk faktor perkembangan teknologi perkereta-apian yang sudah beralih ke mesin diesel modern dan tidak lagi menggunakan tungku api yang senantiasa membutuhkan pasokan batubara dan pasokan air disetiap stasiun yang dilewati.

Masjid Nurul Huda

Akibatnya stasiun stasiun kecil yang pada awalnya dibangun sebagai stasiun penyokong pasokan batu bara dan air sudah kehilangan fungsi utamanya, sampai ahirnya Kereta Api penumpang tidak lagi berhenti di setiap stasiun, tapi hanya berhenti di stasiun besar saja.

Efek pun berlanjut dengan tumbuh kembangnya angkutan bis antar kota, pasar PJKA yang tadinya ramai berangsur sepi sampai ahirnya ditinggalkan dan kini berpindah ke Pasar Gelumbang yang dibangun oleh Pemda tak jauh dari Jalur Lintas Tengah Sumatera, hanya beberapa puluh meter dari Masjid Jami’ Babussalam di Kampung Satu atau ‘tengah laman’ Gelumbang. Dalam Bahasa Belida ‘Tengah Laman’ bermakna harfiah ‘Tengah Kampung’.

Mayoritas masyarakat di Kampung tiga ini memang para pendatang dari ‘kota’ Palembang dan sekitarnya yang kemudian memulai bisnis dan kemudian menetap disana, beberepa menetap karena kaitan kedinasan mereka di PJKA. Dalam keseharian sesama anggota keluarga mereka dirumah-pun ada yang masih menggunakan Bahasa ‘kota’ Palembang, bukan berbahasa ‘Belida’ yang merupakan Bahasa asli tempatan.

Meski sudah berlalu berpuluh tahun, stasiun KA Gelumbang masih berdiri kokoh seperti bentuk aslinya. Sisa bangunan pasar juga masih ada termasuk bak atau kolam penampung air berukuran besar beserta sumurnya yang dulunya dibuat untuk perbekalan kereta pun masih ditempatnya namun sudah terbengkalai. Begitupun dengan bangunan rumah dinas untuk para pegawainya masih berdiri dan berfungsi hingga kini, meski suasana tak lagi seramai ketika “Kalangan” masih berfungsi sebagai “pasar”. ****

----------ZZZ----------

Baca Juga Artikel Masjid Masjid di Tanah Belida Lainnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hindari komentar yang berbau SARA