Selasa, 26 Juli 2011

Nulis artikel masjid yuk

Kelemahan sejarah di tanah air yang paling fatal adalah kurangnya literatur tertulis tentang sejarah yang ada. Masyarakat kita terbiasa dengan sejarah tutur, cerita yang disampaikan secara lisan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Sampai sampai menjadi Tutur Tinular atau Babad tanah leluhur yang maksudnya lebih kurang sama dengan sejarah tutur turun temurun.

Seperti kata pepatah lama “memang lidah tak bertulang” apa yang didengar telinga lalu disampaikan lagi tak selalu sama dengan yang di dengar. Setiap orang memiliki cara penyampaian yang berbeda dengan bahasa dan gaya bahasa yang berbeda pula. Lebih parah lagi ketika apa yang di dengar lalu disampaikan lagi itu di tambah dan dikurangi atau disampaikan lagi dalam perspektif dan penafsirannya sendiri.

Maka jadilah beberapa sejarah penting termasuk sejarah masuknya islam ke tanah air hingga kepada sejarah para tokoh tokoh mula mula penyebar Islam, hingga ke sejarah pembangunan masjid pun terkadang tidak cocok antara sumber yang satu dengan yang lain. Tidak cocok antara tarikh yang disebutkan satu sumber dengan sumber lain nya. Tidak cocok antara jalan cerita yang dituturkan sumber satu dan lain nya.

Bila kita berkunjung ke masjid masjid di penjuru tanah air dari masjid lingkungan hingga ke masjid agung, sangat sedikit dan sangat jarang sekali kita menemukan penanda tarikh pembangunan masjid yang kita kunjungi. Adapun kadang kadang tak terawat dengan baik hingga penanggalan yang ada pun sudah tak terbaca.

Menjadi sebuah ironi ketika penulis berkesempatan berkunjung ke sebuah masjid tua bersejarah, justru pemberian penanda pembangunan masjid tersebut pertama kali dibuat oleh pemerintah penjajahan Belanda ketika masjid tersebut di renovasi, lalu kapan persisnya masjid tersebut pertama kali di bangun ?. tak ada sumber satupun yang valid, selain sejarah tutur.

Sepenggal sejarah mungkin tak berarti bagi para pelakunya, tapi menjadi teramat penting bagi generasi berikutnya. Semua yang terjadi saat ini bermula dari masa lalu. Apa yang kita nikmati saat ini tak bisa lepas dari apa yang terjadi dimasa lalu. Begitupun dengan identitas setiap individu, kaum, suku, ras hingga identitas bangsa tak lepas dari perjalanan dan perkembangan sejarah dari masa lalu.

Bagaimana mungkin kita dapat menentukan dan menemukan identitas kita sendiri bila kita tak faham akan masa lalu kita sendiri. bayangkan bagaimana jadinya bila anak anak kita tak pernah tahu bahwa bapak moyangnya adalah para sesepuh pendiri dan pembangun masjid di kampungnya hingga dengan tanpa rasa bersalah dan tanpa beban sedikit pun melakukan tindakan tak semestinya terhadap bangunan masjid, untuk diubah se-enaknya menjadi tempat hiburan misalnya ?. karena menganggap bangunan tersebut tak lebih dari sekedar bangunan biasa.

Itu contoh yang mungkin terlalu berat, tapi tidak kah terpikir bahwa masjid masjid dan bangunan tua lain nya di tanah air akan masuk dalam daftar bangunan/ masjid bersejarah manakala sudah berusia 50 tahun. Saat ini saja diperkirakan ada 10 ribu-an masjid yang sudah masuk dalam katagori tersebut. Bangunan bersejarah dengan sendirinya masuk dalam daftar bangunan yang dilindungi oleh pemerintah.

Dengan sendirinya hal itu turut meringankan beban para pengurus masjid dan jemaahnya dalam menjaga kepastian keberlangsungan bangunan masjid tersebut. Jangan lupa bahwa. Jangan lupa bahwa angka 10 ribu itu bisa jadi jauh lebih besar dari itu bila mampu menelusuri dengan baik literatur pembangunan masjid masjid di tanah air.

Melalui tulisan kecil ini saya mengajak pembaca sekalian untuk memulai dari diri kita sendiri menuliskan sejarah masjid di lingkungan kita sendiri. merunut sejarah nya dengan baik untuk kemudian dibuatkan [paling tidak] plakat pembangunan masjid sebagi oleh oleh bagi generasi mendatang, bahwa para pendahulunya sudah memberikan contoh sebuah masyarakat Islam sudah ada di negeri ini sebelum mereka, bahwa para pendahulunya adalah para pemeluk Islam yang taat, bahwa secara tradisi negeri tempat mereka hidup adalah negeri Islam. Dengan harapan mereka tak kan melupakan itu dan mengikuti para pendahulunya untuk hidup dalam Islam meneruskan syiar-nya ke generasi selanjutnya hingga ahir zaman.

Bila anda menemui kesulitan untuk itu tapi berkeinginan untuk melaksanakannya. Insya Alloh saya siap memandu anda free of charge alias gratis untuk membuat sebuah artikel kecil tentang masjid di sekitar anda. Tak peduli seperti apa bentuk masjid nya, seberapa besar ukurannya. Dan seberapa sedikit atau banyaknya pengetahuan anda tentang masjid tesebut.

Siapa pun anda yang memiliki niat tersebut dapat menghubungi saya melalui beberapa media berikut ini :

Skype : hendra.bin.jailani (setelah jam 5 sore)
Atau PM (private messege) ke akun facebook di : http://www.facebook.com/dragon401

Selasa, 19 Juli 2011

Masjid Al-Hidayatul Ummah, Kampung Kebon Kopi

Jelang Magrib di Masjid Hidayatul Ummah

Anak anak muda Cikarang yang suka hang out sore sore di bukit Cicau mestinya tahu masjid yang satu ini karena pasti dilewati kalau menuju kesana dari arah pom bensin pasar Serang. Bukit Cicau memang cukup nyaman untuk menikmati matahari terbenam di sore hari, tempat nya yang cukup terbuka diketinggian memberikan pemandangan yang cukup luas. Ke arah timur laut terlihat dikejauhan komplek perumahan deltamas berikut komplek perkantoran pemkab Bekasi, kea rah selatan terhampar sawah nan dan perbukitan yang menghijau.

Masjid Al-Hidayatul Ummah
Majelis Ta’lim & Taman Pendidikan Al-Qur’an
Kampung Kebon Kopi, Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan
Kabupaten Bekasi – Jawa Barat, Indonesia



Bila sedang beruntung di cuaca cerah tak berkabut di sisi selatan akan terlihat jejeran pegunungan di kejauhan. Pemandangan yang lumayan untuk mengurangi stress setelah bekerja sepanjang hari. Tapi jangan lupa ya. Suara azan magrib dari masjid yang satu ini cukup keras terdengar hingga ke bukit cicau, jadi jangan banyak alas an untuk tak sempat sholat magrib karena gak ada masjid di sekitar situ.

Lokasi nya memang tidak pas berada di sekitar bukit cicau, tapi sepertinya ini masjid terdekat ke lokasi itu. Jaraknya dari bukit cicau kira kira “sepeminuman teh” (meminjam istilahnya Wiro Sableng he he he) teh nya juga teh kotak dingin dan minumnya pas ketika haus.  Dan hanya ‘sepelemparan batu’ (lagi lagi minjem istilahnya wiro sambleng) dari pertigaan Pom bensin pasar serang.

Tempat parkirnya juga lumayan lega dan sudah di beton, tempat wudhu dan toilet nya bersih dan cukup luas, dan yang lebih penting nih ya, beberapa kali mampir ke masjid ini untuk sholat magrib, jemaahnya cukup ramai. Rekaat pertama saja sudah setengah masjid terisi dan biasanya ditambah jemaah masbuk sampai ¾ masjid terisi.

Kalau ada waktu sejenak bisa menikmati suasana anak anak kecil yang belajar mengaji di gedung majelis taklim dan TPQ di sebelah masjid ini. Suasana ramai, hiruk pikuk plus tingkah polah anak anak kecil yang lagi belajar mengaji disana mengingatkan pada masa kecil semasa di kampung halaman dulu.

So. Bila sedang berada di sekitar lokasi dimaksud dan kepentok waktu sholat, masjid ini bisa singgah sejenak ke masjid ini untuk melaksanakan sholat. *** (updated 17/11/2016).

Jemaah Sholat magrib di Alhidayatul Ummah
Saatnya azan Magrib di Alhidayatul Ummah

Minggu, 17 Juli 2011

Masjid Perahu di Babakan Cibarusah

Masjid Perahu di Kampung Babakan Cibarusah
Masjid ini cukup unik, kecil tapi antiq. Di bagian depan masjid ini berdiri bangunan berbentuk perahu dengan ukuran cukup besar dicat dengan warna biru, cukup menarik perhatian. Masjid ini berlokasi tak jauh dari gerbang perumahan Cibarusah Indah. 




Ketika mampir ke masjid ini, bukan dalam waktu sholat, tak ada jemaah satupun disana untuk sekedar bertanya apa nama masjid unik ini. Tak ada papan nama atau sedikit petunjuk yang mengenai nama atau riwayat masjid ini. Yang pasti aura masa lalu sangat terasa ketika mampir kesini.

Bangunan perahu di bagian depan masjid ini sebenarnya adalah bangunan tempat wudhu yang sengaja dibangun berbentuk perahu. Para pendiri masjid ini pastinya punya alasan sendiri dengan bentuk tempat wudhu yang tak biasa ini.

Perahu itu sejatinya adalah tempat wudhu.
Ada beberapa hal yang menutur saya cukup impresif dengan masjid ini selain bangunan perahu di halaman depan. Ornamen dua pedang besar yang menyilang di atas teras kecil masjid. Bentuk pedang yang mengingatkanku pada bentuk pedangnya para pejuang Mujahidin.

Di puncak atap tumpang tiga masjid ini terpasang mastaka atau mahkota dengan ukiran yang cukup indah. Saya belum pernah menemukan mastaka masjid yang indah dengan bentuk seperti ini sebelumnya. Ukirannya cukup detil dan rapi.

Dan ini perahu yang merupakan bangunan tempat wudhu

Sementara dibagian dalam masjid terpasang lampu gantung yang juga sangat antiq. Sepertinya juga sudah berumur sangat tua, meski sudah difungsikan lagi sebagai penerangan karena dibagian bawah lampu tersebut terpasang bohlam lampu listrik biasa sebagai penerangan. Dan sepertinya lampu gantung ini memang bukan untuk lampu listrik tapi sebagai tempat menyimpan lilin sebagai penerangan.

Di sisi utara masjid ini ada sebuah bukit kecil yang rindang dengan pepohonan besar yang sudah berusia tua. Dan di atas bukit ini terdapat beberapa makam, Beberapa makam terlihat sudah berumur cukup tua. Dibagian tengah pemakanan di puncak bukit itu ada satu bangunan makam yang terkunci. Makam tersebut merupakan makam Pangeran Senapati atau oleh masyarakat setempat biasa disebut makam Mbah Sena, sesepuh sekaligus pendiri Cibarusah.

Mahkota penghias atap masjid
Sejarah tutur menyebutkan bahwa Pangeran Senapati, adalah salah satu keturunan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, Sultan terahir Jayakarta sebelum di kuasai penjajah BelandaSekitar tahun 1619M Pangeran Jayakarta memerintahkan Pangeran Senapati menyelamatkan diri dari kepungan Belanda, paska kekalahan Sunda Kelapa dalam perang melawan Belanda di bulan April-Mei 1619M, sekaligus membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman.

Maka dimulailah perjalanan panjangPangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan jati. Dibangunnya bentuk seperti perahu besar di depan masjid ini kemungkinan sebagai sebuah simbol perjalanan sekaligus untuk mengingat perjalanan pangeran Senapati dari Jayakarta (kini Jakarta) sampai ahirnya tiba di Cibarusah. 

Lampu gantung antik di dalam masjid
Di kawasan hutan jati itulah kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Beliau menganggap kawasan hutan lebat itu sebagai lokasi persembunyian yang aman dari kejaran pasukan Belanda. Termasuk untuk tinggal mengembangkan keluarga dan keturunan. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah. Kata Cibarusah sendiri konon berasal dari kalimat berbahasa sunda “Cai baru sah”.

Dikisahkan bahwa ketika Masjid tua Almujahidin telah didirikan, jemaah kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang memenuhi sarat sah untuk bersuci sebelum menunaikan sholat. Ketika pencarian sumber air berhasil menemukan sumber air bersih salah satu ulama yang menyertai Pangeran Senopati berujar dalam bahasa Sunda “nah ieu’ CAI’ BARU SAH” yang berarti “Nah ini airnya baru sah” maksudnya sah secara syar’i untuk keperluan bersuci. Kalimat “CAI’ BARU SAH” itulah yang kemudian menjadi CI BARU SAH. Sedangkan nama kampung ‘Babakan’ berasal dari kata ‘Bukbak’ dalam bahasa sunda yang berarti membersihkan.

Bangunan bercat biru di atas bukit kecil di sebelah utara masjid (sisi kanan foto) adalah bangunan makam Pangeran Senapati atau biasa disebut Mbah Sena oleh masyarakat Cibarusah. Beliau adalah salah satu putra Pangeran Jayakarta (Sultan Jayakarta terahir).
Ornamen berbentuk pedang bersilang menghias beranda masjid ini, sehingga beberapa orang juga menyebut masjid ini sebagai masjid pedang selain masjid perahu.
Masjid Perahu dari atas bukit di depan makam Pangeran Senapati.

(Tulisan telah diperbaharui pada 3 Desember 2015).

-----------------------------------------------------

Baca juga Artikel Masjid Masjid Cibarusah Lain-nya



Sabtu, 16 Juli 2011

Masjid Agung Kota Cimahi - Jawa Barat


Sebelum menjadi wilayah Kota Mandiri, Masjid di Alun alun Cimahi ini masih bernama Masjid Jami' Cimahi. Seiring dengan perubahan status Cimahi menjadi wilayah kota mandiri, status masjid ini berubah menjadi Masjid Agung.

Lama sekali tidak mampir ke masjid ini. 15 atau 16 tahun lalu terahir memandang masjid ini, kini semuanya sudah berubah. sudah lebih besar, lebih megah dan lebih indah tentunya. Kota Cimahi 16 tahun lalu masih berupa kota administratif bagian dari Kabupaten Bandung. kini Cimahi sudah menjelma menjadi Kota Cimahi, mandiri dari Kabupaten Induknya. 

Masjid Agung Kota Cimahi
Kelurahan Padasuka,Kecamatan Cimahi Tengah
Kota Cimahi, Jawa Barat,Indonesia


Masjid yang kini berdiri mencerminkan masjid tradisional Indonesia dengan atap tumpang bersusun tiga. Namun sentuhan langgam eropa terasa pada tembok tembok dinding masjid yang masif, tebal dan kokoh. Kota Cimahi sendiri masih bertabur gedung gedung tua warisan Belanda. termasuk bangunan stasiun kereta api, Rumah Sakit Dustira, gedung gedung Ksatrian begitu banyak kesatuan militer disana, hingga ke komplek perumahan warisan Belanda yang masih berdiri kokoh hingga kini.

Masjid Agung Cimahi dilihat dari Pendopo Masjid. 
Ruang masjid ini terhampar luas tanpa tiang tengah, berkat struktur atap yang sudah tidak membutuhkan empat tiang tengah untuk menyanggah beratnya atap. Cukup menarik dengan struktur atap masjid ini yang tidak menggunakan struktur baja berukuran besar seperti masjid masjid besar lain nya.

Interior Masjid Agung Cimahi dilihat dari area mezanin
Dari foto foto diatas dapat dilihat bahwa atap masjid ini ditopang dengan susunan batang baja dengan ball joint terhubung satu dengan lain nya menjadi sebuah rangkaian rangka atap yang kokoh. (maaf saya kurang faham dengan struktur seperti ini, mungkin ada yang mengerti silahkan berkomentar).

Menara Sisi utara Masjid Agung Cimahi
Masjid Agung kota Cimahi juga dilengkapi dengan dua menara di sisi selatan mengapit lapangan tengah. Tempat wudhu dan penitipan alas kaki disediakan di bagian bawah dua menara ini.  
Koridor di Masjid Agung Cimahi
Lapangan tengah ini juga di kelilingi dengan koridor yang cukup nyaman. Sejajar dengan pintu utama masjid dibangun bangunan pendopo dari kayu yang juga berhadapan langsung dengan alun alun kota Cimahi.

Gedung Da'wah Masjid Agung Cimahi
Tak hanya itu Masjid Agung Kota Cimahi ini juga sudah dilengkapi dengan gedung dakwah yang dibangun di sisi barat masjid. Letak masjid yang tepat berada di pusat kota Cimahi ini, membuatnya tak terlalu sulit untuk ditemukan. Ketika sedang mampir kesana minggu lalu, masjid ini sedang menyelenggarakan kegiatan tabligh akbar yang juga sekaligus tarhib Ramadhan 1432H.

Menara Selatan Masjid Agung Cimahi
Pendopo di Masjid Agung Cimahi
Interior Masjid Agung Cimahi